dc.description.abstract | Salah satu masalah kurang gizi pada anak balita di Indonesia dapat
ditunjukkan dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunted atau TB/U
< -2 SD). Beberapa survei menunjukkan sekitar 30% - 40% anak balita di Indonesia
diklasifikasikan pendek. Stunted (short stature) atau yang disebut tinggi badan atau
panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi
kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama.
Menurut Survei Kesehatan Nasional yang saat ini tengah berlangsung di tanah air
menunjukkan 37% anak-anak Indonesia usia 0-5 tahun (balita) memiliki tinggi badan
di bawah standar, atau dengan kata lain pendek (stunted). Menurut data Puskesmas
Arjasa pada Bulan Agustus tahun 2010 jumlah balita yang berstatus gizi (TB/U)
dengan kategori sangat pendek adalah 40 balita (1,45%) dari 2759 balita. Jumlah
anak balita dengan status gizi (TB/U) sangat pendek di wilayah kerja Puskesmas
Arjasa di semua desa ini melebihi 1% (1,45%), padahal ambang batas penentuan
besaran masalah gizi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah 1%.
Berawal dari situasi tersebut, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis faktorfaktor
yang
mempengaruhi
kejadian
stunted
anak
balita.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan
rancangan case control. Populasi kasus adalah semua balita stunted yang terdata pada
bulan Februari 2011 yang berjumlah 40 orang. Populasi kontrol adalah balita yang
tidak mengalami stunted pada bulan Februari 2011 di wilayah kerja Puskesmas
Arjasa. Sampel kasus adalah total populasi sehingga sampel kasus sebesar 40 orang
dan besar sampel kontrol adalah sebesar 80 orang. Data yang diperoleh, diolah, dan
9
dianalisis secara multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda dengan
metode backward LR dengan tingkat kemaknaan 5% ( = 0,05).
Karakteristik anak balita sebagian besar berumur 25 - 36 bulan, berjenis
kelamin laki-laki, status imunisasi lengkap, dan lahir t idak BBLR (≥2500 gram).
Sedangkan karakteristik ibu balita sebagian besar tingkat pendidikan rendah, umur
ibu saat hamil 20 – 34 tahun, ibu t idak bekerja, memiliki pendapatan keluarga ≤ Rp
830.000,-, dan tingkat pengetahuan gizi ibu kurang. Pengaruh pola pemberian
makanan pre lakteal bermakna bermakna secara statistik dikarenakan nilai
probabilitasnya (p = 0,003) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,176 serta nilai
lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,036 sampai dengan 0,853.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Prahesti yang menyatakan bahwa ada
hubungan praktik pemberian makanan pre lakteal dengan gangguan pertumbuhan
pada anak usia 0-12 bulan. Pengaruh pola pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
stunted pada anak balita bermakna secara statistik dikarenakan nilai probabilitasnya
(p = 0,048) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,275 serta nilai lower dan upper
confidence interval (95%CI) yaitu 0,076 sampai dengan 0,989. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah yang menyebutkan ASI dapat
mencegah terjadinya Growth Faltering (goncangan pertumbuhan). Pengaruh pola
pemberian PASI terhadap kejadian stunted pada anak balita bermakna secara statistik
karena nilai probabilitasnya (p = 0,039) < α dengan odds ratio (OR) sebesar 0,250
serta nilai lower dan upper confidence interval (95%CI) yaitu 0,067 sampai dengan
0,929. Hasil ini dapat dikatakan bahwa anak balita yang pola pemberian PASI tidak
baik memiliki kesempatan 0,250 kali lebih besar terjadi stunted pada anak balita
dibandingkan dengan anak balita yang pola pemberian PASI baik | en_US |