Show simple item record

dc.contributor.authorPUTRA, Moh. Reza Dedi
dc.date.accessioned2022-06-27T07:51:32Z
dc.date.available2022-06-27T07:51:32Z
dc.date.issued2021-07-09
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/107393
dc.description.abstractSetelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi, perjanjian perkawinan yang sebelumnya hanya dapat dibuat pada saat sebelum perkawinan berlangsung mengalami perubahan menjadi dapat dibuat pada saat sebelum dan selama dalam ikatan perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dinilai telah mengubah dan menambah norma dari suatu perjanjian perkawinan. Dari beberapa perubahan norma pada perjanjian perkawinan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, ada salah satu perubahan norma yang dianggap menarik oleh peneliti, yaitu terkait dengan waktu dibuatnya perjanjian perkawinan. Di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memperbolehkan pembuatan perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak ketiga. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, tesis ini mengangkat rumusan masalah: 1) Apakah perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan telah sesuai dengan prinsip kepastian hukum bagi pihak ketiga, 2) Apa bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan atas perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan, 3) Bagaimana pengaturan kedepan tentang perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan yang sesuai dengan prinsip kepastian hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bahwa perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum bagi pihak ketiga, menemukan bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan atas perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dan menemukan pengaturan kedepan tentang perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan yang sesuai dengan prinsip kepastian hukum. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Dalam menjawab isu hukum yang ada, penelitian ini menggunakan beberapa teori dan konsep-konsep yang relevan yaitu prinsip kepastian hukum, teori perlindungan hukum, penjelasan tentang pihak ketiga, konsep perjanjian, konsep perkawinan, dan konsep perjanjian perkawinan. Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa: 1) Perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum bagi pihak ketiga karena perjanjian perkawinan hanya sebagai upaya dalam melindungi kepentingan pihak yang membuatnya yaitu suami istri tanpa memperhatikan kepentingan pihak ketiga yang tersangkut, sehingga tidak tercipta suatu keadilan yang menjamin kepentingan para pihak. 2) Bentuk perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan atas perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan adalah perlindungan hukum eksternal, berupa peraturan perundang-undangan yang merupakan pembatas-pembatas supaya pihak yang kuat tidak akan menggunakan asas kebebasan berkontrak secara kuat tidak akan menggunakan asas kebebasan berkontrak secara tidak patut, demi meraih keuntungan atas kerugian pihak ketiga. 3) Pengaturan kedepan tentang perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan agar tidak merugikan pihak ketiga yang sesuai dengan prinsip kepastian hukum adalah dengan membuat peraturan pelaksana tentang tata cara pembuatan perjanjian perkawinan yang memuat, a) Perjanjian perkawinan harus dibuat dihadapan Notaris; b) Perjanjian perkawinan harus didaftarkan ke petugas pencatat perkawinan; c) Perjanjian perkawinan yang menyangkut pihak ketiga tidak berlaku surut; d) Membuat pernyataan tertulis mengenai status harta dari suami istri yang membuat perjanjian perkawinan; e) Dilakukan inventarisir terhadap harta yang ada; f) Harta bersama yang sedang dijadikan objek jaminan kredit harus dikecualikan; dan g) Dilakukan pengumuman di surat kabar harian. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis memberikan saran sebagai berikut: 1) Kepada Pemerintah harus membuat peraturan pelaksana tentang tata cara pembuatan perjanjian perkawinan atas norma yang ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 agar hak dan kepentingan pihak ketiga tidak merasa dirugikan; atau 2) Kepada Legislatif harus memperbaiki Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan dengan pengaturan yang lebih jelas dan terperinci, keterkaitan dengan hak dan kepentingan pihak ketiga; dan 3) Kepada Legislatif memberi kewenangan kepada Notaris dalam membuat Akta Perjanjian Perkawinan agar perjanjian perkawinan lebih berkepastian hukum dan tidak mengakibatkan kerugian pihak-pihak yang terkait dan dapat memberi keadilan kepada para pihak.en_US
dc.description.sponsorshipDosen Pembimbing Utama : Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum. Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Moh. Ali S.H., M.H., selakuen_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPIHAK KETIGAen_US
dc.subjectPERJANJIAN PERKAWINANen_US
dc.titlePrinsip Kepastian Hukum Bagi Pihak Ketiga Atas Perjanjian Perkawinan yang Dibuat Setelah Perkawinanen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record