dc.description.abstract | Peternakan burung puyuh merupakan salah satu usaha yang berjasa bagi
kehidupan manusia. Namun tidak jarang usaha peternakan mengalami kendala
seperti tingginya harga ransum. Model circular economy dapat dijadikan sebagai
opsi yang sesuai untuk diterapkan pada peternakan burung puyuh agar siap
menghadapi kendala seperti tingginya harga ransum dan sulitnya pengelolaan
limbah. Pada model ini material yang sudah dikonsumsi dan menjadi limbah dapat
diolah kembali menjadi produk. Penerapan konsep circular economy diawali dari
kesadaran bahwa dalam proses produksi bisa saja terjadi inefisiensi bahan baku
dan meningkatkan peluang pencemaran terhadap lingkungan. Penerapan konsep
circular economy dengan ruang lingkup cradle to cradle, memiliki prinsip bahwa
pentingnya sumber energi yang terbarukan, hanya bahan yang mudah diurai dan
aman yang boleh dilepaskan kelingkungan atau bahkan limbah hasil produksi bisa
diolah lagi agar bisa dimanfaatkan dengan tetap mengikuti circular economy.
Berdasarkan konsep circular economy larva black soldier fly (BSF) menjadi
kandidat yang memiliki potensi besar sebagai pakan ternak, karena dibudidayakan
melalui proses pertanian yang ramah lingkungan, hemat biaya produksi, dan
mampu dihasilkan produk sampingan dari pemanfaatanya untuk mengolah
limbah. BSF merupakan organisme yang pada fase larva dapat dimanfaatkan
sebagai dekomposer dan kandungan protein pada larva BSF cukup tinggi, yaitu
sekitar 40-50% sehingga berpotensi dijadikan ransum. Penelitian ini bertujuan
menginventarisasi besar energi serta membandingkan dampak pada daur hidup
usaha peternakan antara kondisi sebelum dan setelah penerapan konsep circular
economy. Metode yang digunakan adalah life cycle assessment (LCA) yang
memiliki tahapan: penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori,
penilaian dampak, dan interpretasi serta pemberian rekomendasi perbaikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan circular economy
dengan pemanfaatan larva BSF sebagai organisme pengolah limbah mampu
menurunkan GWP. Sebelum adanya penerapan circular economy dihasilkan
global warming potential (GWP) sebesar 19,60 kg CO2eq. Kemudian setelah
adanya penerapan circular economy alternatif ke-1, GWP menurun menjadi 10,78
kg CO2eq dan pada penerapan circular economy alternatif ke-2, GWP meningkat
menjadi 31,73 kg CO2eq. Melalui penerapan circular economy juga, efisiensi
energi produksi menjadi lebih baik, pada alternatif ke-1 dihasilkan NEV sebesar
284,58 dan NER sebesar 1,59 serta alternatif ke-2 efisiensi energinya sudah baik,
akan tetapi sedikit lebih kecil dari alternatif ke-1, dengan nilai NEV sebesar
156,90 dan NER sebesar 1,19. Sedangkan sebelum adanya penerapan circular
economy nilai NEV yang dihasilkan sebesar -320,64 dan NER sebesar 0,12.
Dalam sudut pandang ekonomi, alternatif ke-1 memiliki pendapatan lebih kecil
dari alternatif ke-2, namun dengan GWP yang lebih rendah. Berbeda dengan alternatif ke-2, pendapatan yang dihasilkan lebih tinggi dari alternatif ke-1, namun
GWP yang dihasilkan juga lebih tinggi, yang disebabkan tingginya penggunaan
energi khususnya penggunaan LPG pada perebusan dan pengeringan larva BSF.
Rekomendasi perbaikan agar dihasilkan produksi yang lebih efisien dan ramah
lingkungan yaitu: mengganti sumber energi proses pengeringan dari bahan bakar
LPG dengan energi panas sinar matahari, menggunakan filter udara pada knalpot
kendaraan, dan mengupayakan penghematan konsumsi energi listrik. | en_US |