Show simple item record

dc.contributor.authorSilsilatil Faidho
dc.date.accessioned2013-12-19T07:44:34Z
dc.date.available2013-12-19T07:44:34Z
dc.date.issued2013-12-19
dc.identifier.nimNIM060210302114
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/10561
dc.description.abstractHasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang dikeluarkannya kebijakan asimilasi pada masa Orde Baru karena ekslusivisme etnis Tionghoa yang terbentuk sejak zaman kolonial Belanda dengan jalan, membedakan status sosial masyarakat, membuat sistem pemukiman, dan sekolah tersendiri. Pada masa pemerintahan Orde Lama menerapkan kebijakan integrasi dimana etnis Tionghoa dianggap sebagai salah satu suku di Indonesia, hak etnis Tionghoa sebagai warga negara mendapat perlindungan resmi dari pemerintah. Etnis Tionghoa diberi kebebasan untuk terjun dalam bidang politik, pendidikan maupun sosial budaya. Kebebasan yang diberikan rupanya menyebabkan etnis Tionghoa menjelma menjadi sebuah etnis yang ekslusif, tidak mau berbaur serta diidentifikasi terlibat dengan gerakan komunis. Supaya proses asimilasi berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka serangkaian tindakan dilakukan untuk menghapuskan serta memperkecil unsur-unsur budaya Tionghoa yang masih ada. Tiga pilar utama yang menopang masyarakat Tionghoa yaitu sekolah, media cetak dan organisasi kemasyarakatan etnis Tionghoa dihapuskan secara bersamaan mengakibatkan identitas budaya maupun politisnya lenyap. Pendirian lembaga seperti Bakom PKB (Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa) dibentuk untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kebijakan asimilasi. Akibat dari dikeluarkannya kebijakan asimilasi ini menyebabkan sebagian besar etnis Tionghoa mengikuti arah kebijakan Orde Baru dengan berkurangnya partisipasi aktif politik etnis Tionghoa serta banyak yang mengganti identitas agamanya menjadi Kristen, Budha, dan Islam. Kebijakan asimilasi berdampak sedikit sekali kepada masyarakat pribumi. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pada masa Orde Baru proses nation building yang bertumpu pada stabilitas nasional belum sepenuhnya berhasil. Walaupun etnis Tionghoa dibatasi aktivitasnya dalam bidang sosial, politik, dan budaya tetapi dalam bidang ekonomi diberi kebebasan yang seluas-luasnya. Hal inilah yang tetap menjadikan etnis Tionghoa sebagai komunitas yang ekslusif karena mempunyai kemampuan ekonomi bagus. Kecemburuan sosial tetap tercipta yang akhirnya memuncak ketika terjadi kerusuhan di Jakarta, Bandung dan Makassar pada bulan Mei tahun 1998.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060210302114;
dc.subjectEtnis Tionghoa, Masa Orde Baruen_US
dc.titleKEBIJAKAN ASIMILASI ETNIS TIONGHOA PADA MASA ORDE BARU TAHUN 1966 -1998en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record