Show simple item record

dc.contributor.authorDrs. Zaenal Musthofa, SH.
dc.date.accessioned2013-12-19T06:50:15Z
dc.date.available2013-12-19T06:50:15Z
dc.date.issued2013-12-19
dc.identifier.nimNIM090720101057
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/10463
dc.description.abstractSejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan kemudian diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka perbankan syariah lahir sebagai salah satu alternatif untuk mendororng tumbuh kembangnya perekonomian nasioanal terhadap persoalan pertentangan antara bunga dan riba, karena bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan / perbankan yang beroperasi tanpa bunga dengan menggunakan sistem lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pembiayaan bagi hasil menggunakan prinsip syariah berupa mudharabah yang merupakan pembiayaan yang dananya diberikan 100% oleh pihak bank kepada nasabah sebagai pengelola dana tersebut, jika terdapat keuntungan atau kerugian maka hal itu akan dibagi menurut perbandingan / nisbah yang disepakati pada awal akad. Nisbah tidak ditentukan secara mutlak baik dalam peraturan perbankan Indonesia maupun dalam syariat Islam. Pemerintah memberikan keleluasaan pada bank untuk menentukan kisaran besaran nisbah sendiri. Bank akan menanggung kerugian sepanjang hal itu terjadi bukan akibat kelalaian nasabah, dan jika terjadi akibat kelalaian nasabah, maka ia akan menanggungnya, dan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian, bank harus memahami karakteristik risiko usaha dan kerja sama dengan nasabah untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam pengelolaan dana. Pemberian pembiayaan mudharabah pada prinsipnya dilakukan tanpa perlu adanya penyerahan jaminan oleh nasabah, namun karena tak seorangpun mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok dan untuk mengurangi risiko, maka pihak bank diperbolehkan meminta jaminan kepada nasabah bahwa ia akan sangggup mengembalikan dana yang diterimanya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Upaya penyelesaian jika terjadi perselisihan antara shahibul mal / bank dengan mudharib/nasabah dapat ditempuh dua jalur, yaitu jalur non litigasi dan jalur litigasi. Jalur non litigasi dapat meliputi cara damai untuk mufakat / as shulhu ataupun tahkim / arbitrase. Apabila cara-cara tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui jalur litigasi, yakni Peradilan dalam lingkup Pengadilan Agama, sesuai amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090720101057;
dc.subjectAKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAHen_US
dc.titlePRINSIP BAGI HASIL AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAHen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record