dc.description.abstract | Kebijakan Pengampunan Pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan hak negara
untuk menagih pajak yang seharusnya terutang. Oleh karena itu, sudah sewajarnya
jika Wajib Pajak diwajibkan untuk membayar Uang Tebusan atas Pengampunan
Pajak yang diperolehnya. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini,
penerimaan Uang Tebusan diperlakukan sebagai penerimaan Pajak Penghasilan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam jangka pendek, hal ini
akan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya Uang Tebusan
yang berguna bagi Negara untuk membiayai berbagai program yang telah
direncanakan. Dalam jangka panjang, Negara akan mendapatkan penerimaan pajak
dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari Harta yang telah dialihkan dan
diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari aspek
yuridis, pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak melalui Undang-Undang tentang
Pengampunan Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena berkaitan dengan penghapusan pajak
yang seharusnya terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di
bidang perpajakan. Bagi banyak negara, pengampunan pajak (tax amnesty) seringkali
dijadikan alat untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak (tax revenue)
secara cepat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Program tax amnesty ini
dilaksanakan karena semakin parahnya upaya penghindaran pajak. Kebijakan ini
dapat memperoleh manfaat perolehan dana, terutama kembalinya dana yang
disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai kelemahan dalam
jangka panjang dapat berakibat buruk berupa menurunnya kepatuhan sukarela
(voluntary compliance) dari wajib pajak patuh, bilamana tax amnesty dilaksanakan
dengan program yang tidak tepat. | en_US |