Show simple item record

dc.contributor.advisorSUPARTO, Nanang
dc.contributor.advisorZULAIKA, Emi
dc.contributor.authorMELINDA, Vina
dc.date.accessioned2021-03-23T01:35:06Z
dc.date.available2021-03-23T01:35:06Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/103490
dc.description.abstractKesehatan merupakan aset paling berharga bagi setiap manusia dengan artian lain bahwa kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia bersamaan dengan kebutuhan sandang, pangan dan papan lainnya. Pada bulan januari 2014 pemerintah Indonesia mengoperasikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dioperasikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ruang lingkup BPJS terbagi menjadi 2 (dua), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Peserta yang terdaftar dalam BPJS Kesehatan harus membayar iuran perbulannya. Dana iuran yang sudah masuk wajib disimpan dan diadministrasikan pada bank kustodian yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana yang tertuang dalam pasal 40 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Terkait itu, dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak, Indonesia dikenal pula sebagai negara muslim terbesar di dunia. Cakupan syariat islam adalah komprehensif, termasuk didalamnya adalah masalah kehidupan, apalagi urusan negara dan kebutuhan pokok yang merupakan urusan manusia, banyak masyarakat merasa kebijakan tersebut bertentangan dengan apa yang mereka yakini,karena dalam pengelolaan dana BPJS Kesehatan masih belum berlandaskan syariah. Dalam syariah khususnya asuransi sosial harus dibedakan antara dana tabarru dan dana bukan tabarru. Dalam hal ini BPJS dalam pengelolaan dana Jaminan Sosial yang telah terkumpul tidak ada pemisahan antara dana tabarru dan dana premi wajib peserta. Tabarru bertujuan memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu diantara sesama peserta (dalam konteks asuransi) apabila diantara peserta ada yang mendapat musibah. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini terdiri dari 3 (tiga) hal, yaitu: Pertama, Apakah Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan Berdasarkan Akad Tabarru Sudah Sesuai dengan Hukum Positif Perjanjian? Kedua, Apakah Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan selama ini Sudah Berkesesuaian dengan Akad Tabarru?; dan ketiga, Apa hak dan kewajiban anggota BPJS Kesehatan apabila mengalami sakit?. Penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini berisi tentang Akad, yang meliputi Pengertian Akad, Macam-macam Akad, dan Perjanjian menurut Hukum Positif; Tabarru, yang berisi Pengertian akad Tabarru, dan Macam-macam Akad Tabarru; Badan Penyeenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang meliputi Pengertian BPJS, Asas, Tujuan, dan Prinsip BPJS, dan Fungsi, Tugas, dan Wewenang BPJS; hukum Islam yang meliputi Pengertian Hukum Islam, dan Sumber Hukum Islam; Asuransi Syariah yang meliputi Pengertian Asuransi, dan Akad dalam Asuransi Syariah. Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan berdasarkan akad tabarru berkesesuaian dengan Hukum Positif Perjanjian di Indonesia. Apabila dilihat dari syarat-syarat akad dalam Hukum Islam tidak jauh berbeda dengan syarat-syarat perjanjian dalam KUHPerdata. Syarat-syarat akad dalam Hukum Islam yaitu : 1) Ahliyatu aqdiyaini, yaitu kedua belah pihak harus cakap dan dianggap mampu untuk berbuat; 2) Qabiliyyatul mahallil aqdili hukmihi, yaitu yang dijadikan objek dalam suatu akad dapat menerima hukumnya; 3) Al-wilayatul syar’iyah fi maudu’l, yaitu akad tersebut dilakukan oleh orang yang mempunyai hak, walaupun ia bukan aqid sendiri; 4) Anlayakunal aqdu au mauu’uhu mamnu’an bi al-nash al syar’iyin, yaitu maudunya tidak merupakan akad yang terlarang dan dilarang oleh syara; 5) Bahwa akad yang dilakukan itu dapat emmberikan manfaat, dan tidak membawa kerugian atau kerusakan pada orang-orang yang terlibat dalam akad tersebut; 6) Ijab yang dilakukan berjalan terus menerus dan tidak akan terputus sebelum terjadi qabul; 7) Akad itu terjadi dalam suatu majelis. Sedangkan dalam KUHPerdata syarat-syarat perjanjian yaitu: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3) suatu hal tertentu; 4) suatu sebab yang halal. BPJS Kesehatan belum menggunakan akad tabarru sebagai dasar pengelolaan dana iuran yang sudah terkumpul, BPJS belum menjadikan syariah sebagai landasan dalam pengelolaan dana selama ini. Pengelolaan dana Jaminan Sosial yang telah terkumpul tidak ada pemisahan antara dana tabarru dan dana premi wajib peserta. Meskipun pada Prinsip Kegotongroyongan yang diemban BPJS dengan prinsip asuransi sosial dan ekuitas sepintas terlihat mirip dengan akad tabarru‟ yang digunakan dalam asuransi syariah atau takafful, tetapi hal ini tetap berbeda dengan hakikat akad tabarru. Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. Hak Peserta BPJS Kesehatan setelah terdaftar menjadi peserta yaitu Mendapatkan kartu peserta sebagai tanda bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan sebagai identitas peserta, mendapatkan nomor virtual account yang digunakan untuk pembayaran iuran disetiap bulannya, memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan memiliki fasilitas kesehatan yang dikehendaki. Selain itu apabila peserta BPJS Kesehatan mengalami sakit maka peserta tersebut berhak mendapatkan manfaat manfaat yang dijamin serta pelayanan kesehatan yang layak. Kesimpulan dari penulisan skripsi ini merupakan inti dari apa yang telah diuraikan dalam pembahasan. Pertama, kesesuaian akad tabarru dengan Hukum Positif Perjanjian dalam Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan dapat dilihat dari syarat-syarat akad dalam Hukum Islam. Kedua, pengelolaan dana BPJS saat ini masih sesuai dengan perjanjian dalam buku III KUHPerdata pasal 1320. BPJS Kesehatan belum menggunakan akad tabarru sebagai dasar pengelolaan dana iuran yang sudah terkumpul, BPJS belum menjadikan syariah sebagai landasan dalam pengelolaan dana selama ini. Ketiga, peserta BPJS Kesehatan pada saat mengalami sakit berhak mendapatkan manfaat-manfaat yang dijamin serta pelayanan kesehatan yang layak, dan berkewajiban menyampaikan keluhan atau pengaduan, kritik dan saran secara lisan ataupun tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan apabila menemui atau mengalami tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries130710101314;
dc.subjectAkad Tabarruen_US
dc.subjectPengelolaanen_US
dc.subjectDanaen_US
dc.subjectBpjsen_US
dc.subjectHukum Islamen_US
dc.titleAkad Tabarru Dalam Pengelolaan Dana Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islamen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record