Akad Tabarru Dalam Pengelolaan Dana Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam
Abstract
Kesehatan merupakan aset paling berharga bagi setiap manusia dengan
artian lain bahwa kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia bersamaan
dengan kebutuhan sandang, pangan dan papan lainnya. Pada bulan januari 2014
pemerintah Indonesia mengoperasikan program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dioperasikan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang merupakan lembaga yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ruang lingkup BPJS
terbagi menjadi 2 (dua), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Peserta yang terdaftar dalam BPJS Kesehatan harus membayar iuran
perbulannya. Dana iuran yang sudah masuk wajib disimpan dan diadministrasikan
pada bank kustodian yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 40 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Terkait itu,
dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim
terbanyak, Indonesia dikenal pula sebagai negara muslim terbesar di dunia.
Cakupan syariat islam adalah komprehensif, termasuk didalamnya adalah masalah
kehidupan, apalagi urusan negara dan kebutuhan pokok yang merupakan urusan
manusia, banyak masyarakat merasa kebijakan tersebut bertentangan dengan apa
yang mereka yakini,karena dalam pengelolaan dana BPJS Kesehatan masih belum
berlandaskan syariah. Dalam syariah khususnya asuransi sosial harus dibedakan
antara dana tabarru dan dana bukan tabarru. Dalam hal ini BPJS dalam
pengelolaan dana Jaminan Sosial yang telah terkumpul tidak ada pemisahan
antara dana tabarru dan dana premi wajib peserta. Tabarru bertujuan memberikan
dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu diantara sesama
peserta (dalam konteks asuransi) apabila diantara peserta ada yang mendapat
musibah.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini terdiri dari 3 (tiga) hal,
yaitu: Pertama, Apakah Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan Berdasarkan Akad
Tabarru Sudah Sesuai dengan Hukum Positif Perjanjian? Kedua, Apakah
Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan selama ini Sudah Berkesesuaian dengan Akad
Tabarru?; dan ketiga, Apa hak dan kewajiban anggota BPJS Kesehatan apabila
mengalami sakit?. Penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif, dengan metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach).
Tinjauan Pustaka dalam skripsi ini berisi tentang Akad, yang meliputi
Pengertian Akad, Macam-macam Akad, dan Perjanjian menurut Hukum Positif;
Tabarru, yang berisi Pengertian akad Tabarru, dan Macam-macam Akad Tabarru;
Badan Penyeenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang meliputi Pengertian BPJS,
Asas, Tujuan, dan Prinsip BPJS, dan Fungsi, Tugas, dan Wewenang BPJS; hukum
Islam yang meliputi Pengertian Hukum Islam, dan Sumber Hukum Islam; Asuransi Syariah yang meliputi Pengertian Asuransi, dan Akad dalam Asuransi
Syariah.
Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan berdasarkan akad tabarru
berkesesuaian dengan Hukum Positif Perjanjian di Indonesia. Apabila dilihat dari
syarat-syarat akad dalam Hukum Islam tidak jauh berbeda dengan syarat-syarat
perjanjian dalam KUHPerdata. Syarat-syarat akad dalam Hukum Islam yaitu : 1)
Ahliyatu aqdiyaini, yaitu kedua belah pihak harus cakap dan dianggap mampu
untuk berbuat; 2) Qabiliyyatul mahallil aqdili hukmihi, yaitu yang dijadikan objek
dalam suatu akad dapat menerima hukumnya; 3) Al-wilayatul syar’iyah fi
maudu’l, yaitu akad tersebut dilakukan oleh orang yang mempunyai hak,
walaupun ia bukan aqid sendiri; 4) Anlayakunal aqdu au mauu’uhu mamnu’an bi
al-nash al syar’iyin, yaitu maudunya tidak merupakan akad yang terlarang dan
dilarang oleh syara; 5) Bahwa akad yang dilakukan itu dapat emmberikan
manfaat, dan tidak membawa kerugian atau kerusakan pada orang-orang yang
terlibat dalam akad tersebut; 6) Ijab yang dilakukan berjalan terus menerus dan
tidak akan terputus sebelum terjadi qabul; 7) Akad itu terjadi dalam suatu majelis.
Sedangkan dalam KUHPerdata syarat-syarat perjanjian yaitu: 1) Sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3)
suatu hal tertentu; 4) suatu sebab yang halal. BPJS Kesehatan belum
menggunakan akad tabarru sebagai dasar pengelolaan dana iuran yang sudah
terkumpul, BPJS belum menjadikan syariah sebagai landasan dalam pengelolaan
dana selama ini. Pengelolaan dana Jaminan Sosial yang telah terkumpul tidak ada
pemisahan antara dana tabarru dan dana premi wajib peserta. Meskipun pada
Prinsip Kegotongroyongan yang diemban BPJS dengan prinsip asuransi sosial dan
ekuitas sepintas terlihat mirip dengan akad tabarru‟ yang digunakan dalam
asuransi syariah atau takafful, tetapi hal ini tetap berbeda dengan hakikat akad
tabarru. Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta
dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan
kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau
penghasilannya. Hak Peserta BPJS Kesehatan setelah terdaftar menjadi peserta
yaitu Mendapatkan kartu peserta sebagai tanda bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dan sebagai identitas peserta, mendapatkan nomor virtual
account yang digunakan untuk pembayaran iuran disetiap bulannya, memperoleh
manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mendapatkan pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan
memiliki fasilitas kesehatan yang dikehendaki. Selain itu apabila peserta BPJS
Kesehatan mengalami sakit maka peserta tersebut berhak mendapatkan manfaat manfaat yang dijamin serta pelayanan kesehatan yang layak.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini merupakan inti dari apa yang telah
diuraikan dalam pembahasan. Pertama, kesesuaian akad tabarru dengan Hukum
Positif Perjanjian dalam Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan dapat dilihat dari
syarat-syarat akad dalam Hukum Islam. Kedua, pengelolaan dana BPJS saat ini
masih sesuai dengan perjanjian dalam buku III KUHPerdata pasal 1320. BPJS
Kesehatan belum menggunakan akad tabarru sebagai dasar pengelolaan dana
iuran yang sudah terkumpul, BPJS belum menjadikan syariah sebagai landasan
dalam pengelolaan dana selama ini. Ketiga, peserta BPJS Kesehatan pada saat
mengalami sakit berhak mendapatkan manfaat-manfaat yang dijamin serta pelayanan kesehatan yang layak, dan berkewajiban menyampaikan keluhan atau
pengaduan, kritik dan saran secara lisan ataupun tertulis ke Kantor BPJS
Kesehatan apabila menemui atau mengalami tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]