Variasi Penambahan Koro Kratok (Phaseolus Lunatus) dan Bahan Penggumpal pada Pembuatan Tahu
Abstract
Indonesia merupakan negara agraris dan penghasil buah, sayur serta
kacang-kacangan atau polong-polongan yang sangat beragam, salah satunya
adalah kedelai (Glycine max). Kedelai memiliki kandungan protein sebesar 35%
dan juga kandungan gizi lainnya yang lengkap. Apabila ditinjau dari segi harga
kedelai merupakan sumber protein yang termurah sehingga sebagian besar
kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kedelai. Hasil olahan
kedelai sangat populer dikalangan masyarakat misalnya: tahu, tempe, tauge atau
kecambah, dan lain-lain.
Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya
yang dinyatakan sebagai Net Protein Utilization (NPU) sebesar 65%. Proses
pembuatan tahu diperlukan bahan penggumpal untuk membantu protein mencapai
titik isoelektrik. Bahan penggumpal yang umum digunakan terdiri dari golongan
garam klorida, garam sulfat dan asam. Selama ini kedelai sebagai bahan baku
utama pembuatan tahu diperoleh secara impor. Sebagai upaya untuk mengurangi
impor kedelai diperlukan bahan pensubstitusi seperti koro kratok (Phaseolus
lunatus) yang memiliki potensi sangat besar untuk diolah menjadi produk pangan
apabila ditinjau dari segi gizi dan syarat tumbuhnya. Kandungan gizi koro kratok
(Phaseolus lunatus) memiliki semua unsur gizi dengan nilai yang cukup tinggi,
yaitu karbohidrat 54,5-74,2%, protein 17,9-29%, dan serat 3,5-11% (Salunkhe et
al, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan koro kratok dan
bahan penggumpal dalam teknik pembuatan tahu.