Pengaruh Serbuk Cacing Tanah (Pheretima Javanica K.) Kering Terhadap Gambaran Morfologi, Histopatologi Jantung Dan Viskositas Darah Tikus Putih (Rattus Norvegicus B.) Strain Wistar
Abstract
Di Pulau Jawa jenis cacing tanah yang banyak ditemukan antara lain jenis
Pontoscolex coretrurus, Lumbricus rubellus, dan Pheretima javanica. Diantara ketiga
cacing tersebut yang paling banyak jumlahnya adalah Pheretima javanica. Cacing
tanah Pheretima javanica K. memiliki senyawa bioaktif antimikroba peptide yaitu
lumbricin yang mengandung prolin 15% dari total berat kering dan tersusun dari 26
asam amino. Mode of Action senyawa lumbricin dengan cara merubah dan merusak
mekanisme permeabilitas membran sehingga bakteri kehilangan metabolit sel.
Senyawa ini juga menghambat sintesis protein dan DNA dalam sel. Secara empiris
cacing tanah sering digunakan sebagai obat tipes atau demam typhoid. Demam
typhoid merupakan penyakit menular yang tersebar diseluruh dunia yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi.
Pemanfaatan cacing tanah sebagai obat alami untuk demam typhoid mulai
dilakukan, hal tersebut karena komponen kimia yang terkandung dalam cacing tanah
tidak menimbulkan efek samping dan efek toksik yang berbahaya jika dikonsumsi.
Pemanfaatan obat alami dengan menggunakan cacing tanah yang sudah kering
dianggap efektif karena mengandung protein sebesar 60-70%, lemak kasar 7%,
kalsium 0,55%, fosfor 1%, serat kasar 1,08%. Pemanfaatan cacing tanah Pheretima
javanica K. kering atau dalam bentuk serbuk sebagai obat alami untuk penyembuhan
demam thypoid tidak serta merta dapat diterima pada pelayanan kesehatan formal, hal
tersebut harus didukung oleh bukti ilmiah tentang khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian
yang dilakukan secara sistematik. Salah satu tahapan pengembangan obat tradisional adalah uji praklinik salah satunya yaitu uji toksisitas sub akut, uji toksisitas sub akut
jangka waktu yang diberikan untuk mengamati efek toksik lebih lama sekitar 3 bulan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis aman dan
mengetahui efek toksik dari obat atau bahan obat terhadap beberapa organ yang
berpotensi terkena efek toksik tersebut meski telah diberikan dalam jangka waktu
yang lama yaitu 90 hari.
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan, tahap yang pertama adalah
mengeringkan cacing tanah Pheretima javanica K. kemudian ditimbang dengan dosis
0,4 g/0,2 Kg BB; 0,8 g/0,2 Kg BB; 1,6 g/0,2 KgBB, dan 3,2 g/0,2 KgBB. Tahapan
yang kedua adalah mensondekan serbuk cacing tanah Pheretima javanica K. pada
tikus putih jantan dan betina sesuai dosis selama kurang lebih 3 bulan. Sebelum di
induksi, dilakukan pengambilan darah, setelah di induksi selama 3 bulan, dilakukan
pengambilan darah kembali. Data yang diamati adalah morfologi jantung,
histopatologi jantung dan viskositas darah dari tikus putih baik jantan maupun betina.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil dari beberapa
parameter yakni morfologi jantung, histopatologi jantung dan viskositas darah dari
tikus putih strain wistar.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari gambaran histopatologi jantung, tidak
ditemukan adanya degenerasi dan nekrosis sel jantung pada tikus putih (Rattus
norvegicus) strain wistar baik jantan maupun betina setelah di induksi serbuk cacing
tanah Pheretima javanica K. selama 3 bulan. Gambaran morfologi organ jantung
menunjukkan bahwa organ jantung tikus putih (Rattus norvegicus) setelah di induksi
serbuk cacing tanah Pheretima javanica K. selama 3 bulan masih menunjukkan tanda
jantung yang sehat yakni ditunjukkan dengan warna merah yang segar, lembap, dan
tidak berlendir. Nilai viskositas darah menunjukkan hasil bahwa p>0,05 dengan nilai
signifikasi untuk tikus jantan 0.98 sedangkan tikus betina 0.80, artinya serbuk cacing
tanah Pheretima javanica K. tidak berpengaruh pada viskositas darah dari tikus putih
(Rattus norvegicus) baik jantan maupun betina