Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Dalam Perjanjian Lisensi Musik
Abstract
Pelaksanaan pembuatan suatu perjanjian seringkali terdapat suatu pihak
yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat dari pihak lain, walaupun di dalam
asas kebebasan berkontrak itu sendiri para pihak dianggap mempunyai “kedudukan
yang seimbang”. Pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat tersebut sering
kali telah menyiapkan syarat-syarat yang sudah distandarkan pada suatu format
perjanjian yang telah dicetak, baik berupa formulir ataupun berbentuk kontrak
untuk kemudian diberikan kepada pihak lainnya untuk disetujui atau
ditandatangani. Pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat seringkali
menggunakan kesempatan untuk membuat rumusan kontrak yang bertujuan untuk
membebaskan pihaknya dari beban tanggung jawab karena terjadinya sesuatu
akibat suatu perbuatan. Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan bahwa siapapun
yang akan menggunakan karya cipta lagu milik orang lain diwajibkan untuk terlebih
dahulu meminta ijin (lisensi) dari si pemegang hak cipta lagu tersebut. Lisensi
tersebut sesuai dengan sifatnya merupakan suatu perjanjian yang pada dasarnya
harus disepakati oleh kedua belah pihak tanpa paksaan. Sebagai suatu perjanjian,
baik anda yang merupakan pengguna / pemakai karya cipta musik maupun
Pencipta/Pemegang Hak Cipta / Lembaga Manajemen Kolektif (sebagai kuasa)
yang merupakan para pihak dalam perjanjian pada dasarnya dapat melakukan
negosiasi untuk mencapai kesepakatan dalam perjanjian. Negosiasi tersebut juga
dapat dilakukan terhadap besarnya royalti yang harus dibayarkan oleh pengguna
dan sistem pembayaran royalti tersebut sesuai dengan kapasitas pengguna dalam
melakukan pembayaran tersebut. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1)
Bagaimanakah pengaturan perjanjian lisensi musik antara pihak ketiga dan
Lembaga Manajemen Kolektif ? ; (2) Bagaimanakah kedudukan hukum antara
pihak ketiga dengan Lembaga Manajemen Kolektif dalam perjanjian lisensi
musik ?; (3) Apa upaya hukum yang dapat ditempuh pihak ketiga jika hak-haknya
dilanggar?. Tujuan skripsi ini yaitu untuk mengetahui maksud dari permasalahan
yang dibahas. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini meliputi: pendekatan
undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, bahan
non hukum dan analisis bahan hukum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Pengaturan
perjanjian lisensi musik antara pihak ketiga dan lembaga manajemen kolektif dalam
bentuk blanket license yang berupa perjanjian baku yang telah disepakati para
pihak. Setelah perjanjian selesai dibuat dan disepakati, maka dimohonkan untuk
dicatat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah dinyatakan
memenuhi syarat, Menteri akan mengumumkan pencatatan di laman resmi
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. (2) Kedudukan hukum antara pihak
ketiga dengan LMK tidak seimbang, pihak ketiga berada pada posisi yang lemah.
Pihak Ketiga tidak dalam posisi tawar menawar yang baik dengan adanya Blanket
license yang ditawarkan LMK. Dengan keadaan ini, Pihak Ketiga hanya memiliki
dua pilihan, mengambil atau menolaknya (take it or leave it). (3) Upaya hukum
yang dapat ditempuh pihak ketiga jika hak-haknya dilanggar bisa melalui jalur
litigasi (Pengadilan), dalam hal ini pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga, dan non-litigasi (diluar Pengadilan), dalam hal ini bisa dengan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase.
Saran yang dapat diberikan bahwa, (1) Hendaknya para pihak dalam
membuat perjanjian harus memperhatikan isi perjanjian, dikarenakan isi perjanjian
mempunyai sifat baku. Maka para pihak harus mematuhi isi perjanjian di samping
juga harus memenuhi ketentuan yang telah diatur oleh UU HKI dan KUHPerdata.
Sifat kepastian hukum dan keadilan juga menjadi titik perhatian dari pra sampai
pasca perjanjian sehingga perjanjian benar-benar dapat mengakomodir kedua belah
pihak. (2) Hendaknya LMK-LMK yang sudah ada meningkatkan profesionalitas,
khususnya menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman dan teknologi, serta
mengelola hak-hak pencipta secara professional dan transparan. (3) Hendaknya
Pemerintah lebih memperjelas ketentuan berapa besaran royalti yang harus
dibayarkan. Kejelasan menjadi penting untuk meminimalisasi terjadinya sengketa
antara lagu yang bersifat komersial (sebagai pihak yang wajib membayar besaran
royalti LMK (sebagai pihak yang menetapkan besaran royalti) degan pengguna itu)
maupun pihak lain yang terkait di dalam menghitung besaran royalti. Hal itu dapat
dituangkan dalam pembuatan Peraturan Pemerintah (PP).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]