Show simple item record

dc.contributor.advisorHandono, Mardi
dc.contributor.advisorSari, Nuzulia Kumala
dc.contributor.authorRaziinudin, Rifqi
dc.date.accessioned2017-11-28T06:56:35Z
dc.date.available2017-11-28T06:56:35Z
dc.date.issued2017-11-28
dc.identifier.nimNIM120710101228
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/83399
dc.description.abstractPelaksanaan pembuatan suatu perjanjian seringkali terdapat suatu pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat dari pihak lain, walaupun di dalam asas kebebasan berkontrak itu sendiri para pihak dianggap mempunyai “kedudukan yang seimbang”. Pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat tersebut sering kali telah menyiapkan syarat-syarat yang sudah distandarkan pada suatu format perjanjian yang telah dicetak, baik berupa formulir ataupun berbentuk kontrak untuk kemudian diberikan kepada pihak lainnya untuk disetujui atau ditandatangani. Pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat seringkali menggunakan kesempatan untuk membuat rumusan kontrak yang bertujuan untuk membebaskan pihaknya dari beban tanggung jawab karena terjadinya sesuatu akibat suatu perbuatan. Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan bahwa siapapun yang akan menggunakan karya cipta lagu milik orang lain diwajibkan untuk terlebih dahulu meminta ijin (lisensi) dari si pemegang hak cipta lagu tersebut. Lisensi tersebut sesuai dengan sifatnya merupakan suatu perjanjian yang pada dasarnya harus disepakati oleh kedua belah pihak tanpa paksaan. Sebagai suatu perjanjian, baik anda yang merupakan pengguna / pemakai karya cipta musik maupun Pencipta/Pemegang Hak Cipta / Lembaga Manajemen Kolektif (sebagai kuasa) yang merupakan para pihak dalam perjanjian pada dasarnya dapat melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan dalam perjanjian. Negosiasi tersebut juga dapat dilakukan terhadap besarnya royalti yang harus dibayarkan oleh pengguna dan sistem pembayaran royalti tersebut sesuai dengan kapasitas pengguna dalam melakukan pembayaran tersebut. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Bagaimanakah pengaturan perjanjian lisensi musik antara pihak ketiga dan Lembaga Manajemen Kolektif ? ; (2) Bagaimanakah kedudukan hukum antara pihak ketiga dengan Lembaga Manajemen Kolektif dalam perjanjian lisensi musik ?; (3) Apa upaya hukum yang dapat ditempuh pihak ketiga jika hak-haknya dilanggar?. Tujuan skripsi ini yaitu untuk mengetahui maksud dari permasalahan yang dibahas. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini meliputi: pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, bahan non hukum dan analisis bahan hukum. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Pengaturan perjanjian lisensi musik antara pihak ketiga dan lembaga manajemen kolektif dalam bentuk blanket license yang berupa perjanjian baku yang telah disepakati para pihak. Setelah perjanjian selesai dibuat dan disepakati, maka dimohonkan untuk dicatat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah dinyatakan memenuhi syarat, Menteri akan mengumumkan pencatatan di laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. (2) Kedudukan hukum antara pihak ketiga dengan LMK tidak seimbang, pihak ketiga berada pada posisi yang lemah. Pihak Ketiga tidak dalam posisi tawar menawar yang baik dengan adanya Blanket license yang ditawarkan LMK. Dengan keadaan ini, Pihak Ketiga hanya memiliki dua pilihan, mengambil atau menolaknya (take it or leave it). (3) Upaya hukum yang dapat ditempuh pihak ketiga jika hak-haknya dilanggar bisa melalui jalur litigasi (Pengadilan), dalam hal ini pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Niaga, dan non-litigasi (diluar Pengadilan), dalam hal ini bisa dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Saran yang dapat diberikan bahwa, (1) Hendaknya para pihak dalam membuat perjanjian harus memperhatikan isi perjanjian, dikarenakan isi perjanjian mempunyai sifat baku. Maka para pihak harus mematuhi isi perjanjian di samping juga harus memenuhi ketentuan yang telah diatur oleh UU HKI dan KUHPerdata. Sifat kepastian hukum dan keadilan juga menjadi titik perhatian dari pra sampai pasca perjanjian sehingga perjanjian benar-benar dapat mengakomodir kedua belah pihak. (2) Hendaknya LMK-LMK yang sudah ada meningkatkan profesionalitas, khususnya menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman dan teknologi, serta mengelola hak-hak pencipta secara professional dan transparan. (3) Hendaknya Pemerintah lebih memperjelas ketentuan berapa besaran royalti yang harus dibayarkan. Kejelasan menjadi penting untuk meminimalisasi terjadinya sengketa antara lagu yang bersifat komersial (sebagai pihak yang wajib membayar besaran royalti LMK (sebagai pihak yang menetapkan besaran royalti) degan pengguna itu) maupun pihak lain yang terkait di dalam menghitung besaran royalti. Hal itu dapat dituangkan dalam pembuatan Peraturan Pemerintah (PP).en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries120710101228;
dc.subjectPembuatan Perjanjianen_US
dc.titlePerlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Dalam Perjanjian Lisensi Musiken_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record