EFEK PAPARAN DEET (Diethyltholuamide) TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS ESOFAGITIS KOROSIF PADA MENCIT (Mus musculus)
Abstract
Diethyltoluamide (DEET) merupakan bahan aktif yang paling banyak dan
sering digunakan untuk repellent di Indonesia. Repellent dikenal sebagai salah satu
jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh (kulit) dari
gigitan nyamuk. Produk repellent banyak digunakan di Indonesia karena Indonesia
merupakan Negara tropis dengan curah hujan yang tinggi, sehingga banyak penyakit
yang disebabkan oleh nyamuk (Goldfrank, 2002). Tertelan DEET menyebabkan
gangguan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, rasa terbakar pada mulut
dan kerongkongan. Sistem pencernaan adalah salah satu dari jaringan tubuh yang
rentan terhadap keracunan. Salah satu saluran pencernaan yang mengalami gangguan
setelah paparan DEET adalah esofagus. Jika zat aktif DEET melewati esofagus,
maka dapat merusak mukosanya (Lipscomb et al., 2001). Kerusakan pada esofagus
berupa gambaran esofagitis korosif dimana terjadi peradangan di daerah esofagus
yang disebabkan oleh luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif
misalnya DEET (Soepardi, 2003).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek paparan DEET
terhadap gambaran mikroskopis esofagitis korosif pada mencit dan untuk mengetahui
macam-macam perubahan mikroskopis esofagitis korosif akibat paparan DEET pada
mencit. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris, dilaksanakan di
Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Jember pada bulan Februari 2012. Bahan
yang digunakan adalah DEET dalam repellent antinyamuk. Hewan coba yang
digunakan adalah 30 ekor mencit jantan yang sudah dibagi dalam 5 kelompok yaitu 1
kelompok K atau kontrol dan 4 kelompok P atau perlakuan yaitu P1, P2, P3, dan P4
yang diberikan per oral melalui sonde lambung dengan volume yang berbeda yaitu
200µL, 400µL, 600 µL, dan 800 µL DEET. Ditunggu selama 8 jam lalu dimasukkan
kedalam botol yang berisi eter sampai mati. Langkah selanjutnya pembedahan mencit
dengan mengambil organ esofagus dan dibuat preparat histopatologi kemudian
diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus (CX31) dengan
pembesaran 400x dan diklasifikasikan sesuai dengan derajat caustic of oesophageal
injury. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan analisis Chi-Square.
Pengamatan mikroskopis esofagus mencit pada kelompok K didapatkan hasil
6 ekor mencit memperlihatkan gambaran jaringan esofagus yang normal. Kelompok
P1 didapatkan hasil 2 ekor mencit normal (derajat 0) dan 4 ekor mencit mengalami
esofagitis korosif (derajat 1). Kelompok P2 didapatkan hasil 2 ekor mencit normal
(derajat 0), 2 ekor mencit mengalami esofagitis korosif (derajat 1) dan 2 ekor mencit
mengalami esofagitis korosif (derajat 2). Kelompok P3 didapatkan hasil yaitu 4 ekor
mencit mengalami esofagitis korosif (derajat 1) dan 2 ekor mencit mengalami
esofagitis korosif (derajat 2). Kelompok P4 didapatkan hasil 3 ekor mencit
mengalami esofagitis korosif (derajat 1) dan 3 ekor mencit mengalami esofagitis
korosif (derajat 2). Hasil analisis data dengan menggunakan Chi-Square
menunjukkan X
2
hitung > X
2
tabel 21,451 > 15,507 dan Sig. X
viii
2
hitung < yaitu 0,006
< 0,05 (p < 0,05) jadi dapat disimpulkan bahwa ada efek paparan DEET terhadap
gambaran esofagitis korosif pada mencit. Gambaran esofagitis korosif yang
ditimbulkan dapat diamati secara mikroskopis yaitu edema epitel mukosa dan
kerusakan mukosa berupa erosi epitel.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]