POTENSI DAN KENDALA PELAKU “AWE-AWE” DI GUNUNG GUMITIR
Abstract
Kegiatan pelaku “awe-awe” adalah membantu pengguna jalan di sepanjang Gunung
Gumitir untuk mengarahkan dan memberi tanda apakah ada kendaraan yang melewati
arah berlawanan dan bisa mengakibatkan kecelakaan. Kemudian mereka berubah
fungsi menjadi kegiatan untuk meminta-minta dengan cara yang berbeda-beda kepada
para pengguna jalan yang melalui jalur Gunung Gumitir. Berdasarkan fenomena
sosial tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui dan mamahami secara mendalam
tentang gambaran potensi dan kendala yang dialami pelaku “awe-awe” di Gunung
Gumitir. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis
dan mendeskripsikan gambaran tentang potensi, dan kendala yang dialami pelaku
“awe-awe”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Teknik penentuan informan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
snowball sampling dan purposive sampling. Teknik snowball sampling digunakan
untuk menentukan informan pokok. Sedangkan penentuan informan tambahan
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Untuk menganalisis data
dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Sedangkan uji
keabsahan data dalam penelitian ini, digunakan teknik triangulasi sumber. Hasil dari
penelitian ini adalah kegiatan pelaku “awe-awe” (baik relawan pemandu lalu lintas
maupun pengemis) berkembang secara alamiah dan melalui pemikiran yang rasional.
Pendidikan pelaku “awe-awe” pada umumnya rendah, sebagian besar hanya tamatan
SD sehingga tidak bisa untuk bersaing mencari pekerjaan yang layak. Keadaan
ekonomi pelaku “awe-awe” umumnya relatif kurang sejahtera. Dilihat dari variabel
pemenuhan kebutuhan pokok yang di dalamnya meliputi kebutuhan pokok,
kebutuhan sosial-psikologis dan kebutuhan pengembangan, pada umumnya informan
belum dapat memenuhi sejumlah kebutuhan tersebut secara layak. Potensi utama
pelaku “awe-awe” adalah perasaan malu melakukan kegiatan “awe-awe“ merupakan
pekerjaan tidak pantas oleh mereka; informan bukanlah manusia yang malas bekerja;
mereka memiliki etos kerja yang tinggi; adanya keingingan untuk berhenti melakukan
kegiatan pelaku “awe-awe” bila ada alternatif pekerjaan lain, sehingga potensi inilah
yang perlu dikembangkan menjadi kekuatan nyata. Kendala yang dihadapi oleh
pelaku “awe-awe” adalah tidak memiliki modal usaha, sikap pengendara yang suka
memberi, sikap iri warga setempat terhadap keberhasilan pelaku “awe-awe” pada
saat hari besar. Sehingga kendala inilah yang perlu diperhatikan menjadi kelemahan
nyata.