Status Perwalian Anak Luar Kawin Dalam Pelaksanaan Perkawinan Berdasarkan Hukum Positif Indonesia
Abstract
Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yaang sangat penting dalam kehidupan 
manusia yang menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undaang Nomor 1 
Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita 
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan 
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahan Esa. Disamping itu, terdapat syarat dan rukun 
yang harus dipenuhi agar perkawinan tersebut dikatakan sah. Syarat tersebut diatur dalam 
Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 
antara lain adanya persetujuan kedua belah pihak, izin dari kedua orang tua calon mempelaai 
bilamana masing-masing belum mencapai usia 19 tahun, kedua belah pihak dalam keadaan 
tidak kawin kecuali bagi mereka yang agamanya mengizinkan untuk berpoligami, bagi 
seorang wanita yang akan melakukan perkawinan untuk kedua kali dan setersunya undang undang mensyaratkan setelah masa tunggu yaitu 90 hari bagi yang putus perkawinan akibat 
perceraian dan 130 hari bagi yang putus perkawinan akibat kematian suaminya. Selain itu 
terdapat rukun perkawinan yang harus dipenuhi bagi umat muslim agar perkawinan terseut 
sah. Rukum perkawinan tersebut tercatat dalam Pasal 14 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 
1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Rukun tersebut merupakan hal penting yang harus 
dipenuhi dalam melaksanakan suatu perkawinaan, salah satuya dengan adanya wali nikah. 
Wali nikah merupakan rukun untuk sahnya suatu perkawinan bagi umat muslim. Wali nikah 
dalam perkawinan adalah rukun yang harus dipenuhi bagi mempelai wanita yang bertindak 
untuk mengkawinkannya. Adanya wali yang menyetujui perkawinan tersebut agar 
perkawinan dapat disetujui oleh berbagai pihak yang berssangkutan. Jika tidak ada wali 
nasab, yaitu orang tua atau keluarga yang bersangkutan, atau wali nasab enggan atau adhol, 
tidak diketahui keberadaannya atau ghoib maka wali hakim dapat menggantikannya sebagai 
wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut. Putusan Mahkamah 
Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 menetapkan anak luar kawin mendapatkan hak 
perwalian seperti status perwalian anak sah pada umunya, hanya saja anak luar kawin yang 
dimaksud adalah anak hasil perkawinan sirrih yaitu anak yang orang tuanya telah menikah 
secara agama. Anak luar kawin yaitu anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang 
tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan anak di 
rahimnya, anak tersebut tidak memiliki kedudukan yang sempurna dimata hukum seperti 
anak sah pada umumya.
