Show simple item record

dc.contributor.advisorRATO, Dominikus
dc.contributor.advisorSUPARTO, Nanang
dc.contributor.authorAZZAHRA, Nabila
dc.date.accessioned2021-05-10T05:01:53Z
dc.date.available2021-05-10T05:01:53Z
dc.date.issued2020-09-22
dc.identifier.nim160710101552
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/104584
dc.description.abstractPerkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yaang sangat penting dalam kehidupan manusia yang menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undaang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahan Esa. Disamping itu, terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi agar perkawinan tersebut dikatakan sah. Syarat tersebut diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan antara lain adanya persetujuan kedua belah pihak, izin dari kedua orang tua calon mempelaai bilamana masing-masing belum mencapai usia 19 tahun, kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin kecuali bagi mereka yang agamanya mengizinkan untuk berpoligami, bagi seorang wanita yang akan melakukan perkawinan untuk kedua kali dan setersunya undang undang mensyaratkan setelah masa tunggu yaitu 90 hari bagi yang putus perkawinan akibat perceraian dan 130 hari bagi yang putus perkawinan akibat kematian suaminya. Selain itu terdapat rukun perkawinan yang harus dipenuhi bagi umat muslim agar perkawinan terseut sah. Rukum perkawinan tersebut tercatat dalam Pasal 14 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Rukun tersebut merupakan hal penting yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu perkawinaan, salah satuya dengan adanya wali nikah. Wali nikah merupakan rukun untuk sahnya suatu perkawinan bagi umat muslim. Wali nikah dalam perkawinan adalah rukun yang harus dipenuhi bagi mempelai wanita yang bertindak untuk mengkawinkannya. Adanya wali yang menyetujui perkawinan tersebut agar perkawinan dapat disetujui oleh berbagai pihak yang berssangkutan. Jika tidak ada wali nasab, yaitu orang tua atau keluarga yang bersangkutan, atau wali nasab enggan atau adhol, tidak diketahui keberadaannya atau ghoib maka wali hakim dapat menggantikannya sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 menetapkan anak luar kawin mendapatkan hak perwalian seperti status perwalian anak sah pada umunya, hanya saja anak luar kawin yang dimaksud adalah anak hasil perkawinan sirrih yaitu anak yang orang tuanya telah menikah secara agama. Anak luar kawin yaitu anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan anak di rahimnya, anak tersebut tidak memiliki kedudukan yang sempurna dimata hukum seperti anak sah pada umumya.en_US
dc.language.isoInden_US
dc.publisherFakultas Hukum Universitas Jemberen_US
dc.subjectAnak Luar Kawinen_US
dc.titleStatus Perwalian Anak Luar Kawin Dalam Pelaksanaan Perkawinan Berdasarkan Hukum Positif Indonesiaen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukum
dc.identifier.kodeprodi0710101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record