Referendum Kemerdekaan Dalam Konteks Hukum Nasional Indonesia Dan Hukum Internasional
Abstract
Penulisan skripsi ini pada dasarnya di latar belakangi karena mulai
meluasnya isu tentang referendum kemerdekaan papua barat yang akhirnya
menyebabkan perpecahan yang mengganggu persatuan negara Indonesia,
referendum kemerdekaan pernah terjadi di Indonesia dikarenakan pada
kepemimpinan Presiden B.J Habibi Indonesia pernah melakukan Referendum
Kemerdekaan atas wilayah Timur-Timor. Referendum kemerdekaan adalah suatu
bentuk penentuan nasib sendiri untuk memerdekakan wilayah dan memisahkan
diri dari bagian negara sebelumnya atas kemauan rakyat di wilayah tersebut, hal
ini tidak hanya di alami oleh negara Indonesia tapi juga oleh beberapa negara di
belahan dunia karena pengaplikasian dari asas self-determination yang merupakan
asas dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dimana setiap bangsa berhak
menetukan sendiri nasib bangsanya.
Hak untuk menentukan nasib sendiri atau yang biasa dikenal dengan istilah
self determination merupakan hak dari suatu masyarakat secara kolektif untuk
menentukan masa depan politik dan ekonomi sendiri dari suatu bangsa, dan
tunduk pada kewajiban-kewajiban menurut hukum internasional. Prinsip hak
menentukan nasib sendiri juga dikenal dengan istilah plebiscite. Plesbisit
merupakan salah satu bentuk pengalihan wilayah melalui pilihan penduduknya,
baik melalui pemilihan umum, referendum, atau cara-cara lainnya yang dipilih
oleh penduduk. Plesbisit merupakan peralihan suatu wilayah bukan antar negara
berdaulat dengan negara berdaulat lainnya, tetapi peralihan terjadi antara negara
berdaulat dengan penduduk di suatu wilayah. Cara perolehan wilayah dengan
plebisit inilah yang dikenal dengan prinsip hak menentukan nasib sendiri.
Masyarakat ataupun rakyat memiliki legitimasi secara hukum Internasional untuk
mendapatkan kemerdekaan, seperti tercermin dalam Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa kemerdekaan itu ialah hak setiap bangsa
dan individu, dan tidak ada suatu pihak pun yang dibenarkan untuk menghalangi
ataupun mengganggu usaha-usaha dari suatu bangsa untuk memerdekakan diri.
Permasalahan dalam Skripsi ini terbagi menjadi dua hal yaitu: Pertama,
Bagaimana legalitas referendum kemerdekaan menurut hukun nasional Indonesia.
Kedua, Apa syarat-syarat yang memungkinkan keabsahan terjadinya referendum
kemerdekaan atas sebuah wilayah menurut hukum internasional. Tujuan Penilitian
Skripsi ini ada dua yang diharapkan tercapai dalam penulisan skripsi ini. Metode
penilitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah
yang berupa pendekatan perundang-undangan (statue approach), yaitu tipe
penilitian yang digunakan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma
dalam hukum positif yang berlaku, dan pendekatan konseptual (conceptual
approach), yaitu mencari asas-asas, doktrin-doktrin, dan sumber hukum dalam arti filosofis yuridis. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder.
Tinjauan Pustaka dalam penulisan skripsi ini memuat uraian yang sistematik
tentang asas, teori, konsep, dan pengertian-pengertian yang relevan, yakni
mencakup: pengertian negara, asal mula negara, terjadinya dan pertumbuhan
negara, lenyapnya negara, pengertian bangsa, pengertian referendum, referendum
dalam hukum nasional indonesia, referendum dalam hukum internasional, teori
suksesi negara.
Hasil pembahasan dari skripsi ini yakni, pertama bahwa referendum
kemerdekaan menurut hukum nasional Indonesia tidak memiliki legalitas dan
secara jelas di larang hal tersebut karena Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 1
ayat (1), Pasal 37 ayat (5) dan dalam Pasal 1 Undang-Undang 12 Tahun 2005
tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights terdapat
kata (Declaration) yang dalam peraturannya tidak ada ruang referendum
kemerdekaan. Kedua, syarat-syarat yang memungkinkan keabsahan terjadinya
referendum kemerdekaan atas sebuah wilayah menurut hukum internasional Pada
dasarnya dalam konteks hukum Internasional, tidak terdapat satupun klausul pasal
yang secara tekhnis mengatur mengenai pemisahan diri dari suatu negara. Piagam
PBB pada Pasal 55 menyebutkan bahwa hanya memberikan kepastian bahwa
setiap orang maupun kelompok memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dalam memperjuangkan kehidupannya namun menurut Resolusi Majelis Umum
PBB Nomor 1514 pada tanggal 14 Desember 1960 menyebutkan bahwa deklarasi
ini diposisikan sebagai interpretasi dari Piagam PBB dan pengimplementasian hak
penentuan nasib sendiri sebagai dasar perjuangan kemerdekaan suatu bangsa
hanya dalam konteks penjajahan atau kolonial bukan untuk upaya separatism yang
marak terjadi saat ini.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah pertama referendum kemerdekaan
menurut hukum Indonesia tidak memiliki legalitas dan secara jelas dilarang
menurut dalam Undang-undang Dasar 1945 dan dalam Undang-undang Nomor 12
Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political
Rights. Kedua menurut Pasal 1 Konvenan Hak Sipil dan Politik membenarkan
bahwa hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang harus
diakomodir dalam hukum internasional, Namun dalam Resolusi Majelis Umum
PBB Nomor 1514 dengan terang menjelaskan bahwa hak penentuan nasib sendiri
untuk perjuangan kemerdekaan dapat di lakukan jika dalam penjajahan atau
kolonial yang dalam fakta penerapannya terkadang ada unsur sparatism. Saran
dari penulis Pertama, refendum kemerdekaan secara jelas di larang menurut
hukum nasional Indonesia yang sejatinya untuk menjaga rasa persatuan sebagai
bangsa yang memiliki prinsip kesatuan. Oleh karena itu Indonesia hanya perlu
belajar sejarah bahwa wilayah Indonesia hanya cukup melaksanakan referendum kemerdekaan yang saat ini menjadi negara Timor-Timur. Kedua, Referendum
menurut hukum internasional memiliki legalitas karena bagian dari hak untuk
menentukan nasibnya sendiri. Meskipun demikian di berikan hak untuk
referendum namun tetap memerhatikan faktor sosial dan ekonomi wilayah yang
ingin melakukan referendum tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]