dc.description.abstract | Scaffold adalah biomaterial tiga dimensi (3D) yang memfasilitasi sel untuk
regenerasi jaringan dan organ. Struktur scaffold harus memiliki porositas tinggi
dan saling terhubung sehingga memungkinkan perlekatan sel. Scaffold yang ideal
harus memiliki sifat biokompatibel, bioresorbsibel, osteokonduktif, osteoinduktif,
dan secara struktural mirip dengan tulang. Hidroksiapatit (HA) merupakan bahan
anorganik yang memiliki kesamaan struktur kimia dan fisika dengan mineral
penyusun tulang dan gigi, dan dapat digunakan sebagai scaffold. Hidroksiapatit
dapat diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya dapat disintesis dari gipsum
(CaSO4.2H2O) kedokteran gigi atau Dental Gipsum Hidroksiapatit (DGHA) yang
telah diteliti memiliki karakteristik yang identik dengan HA standar. Akan tetapi,
scaffold DGHA masih memiliki kekurangan seperti sifat mekaniknya yang rapuh.
Oleh karena itu, diperlukan polimer alami untuk memperbaiki karakteristiknya.
Polimer alami yang dapat digunakan adalah Silk Fibroin (SF) dan gelatin. Silk
Fibroin memiliki elastisitas yang baik dan kekuatan tarik yang tinggi. Tetapi
kurang mampu mendukung perlekatan sel. Sedangkan gelatin, meskipun memiliki
kekuatan mekanik yang rendah, gelatin mampu mendukung perlekatan sel dan
mampu menginduksi struktur β sheet pada SF yang dapat meningkatkan kekuatan
mekanik scaffold. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik scaffold
DGHA yang dikombinasikan dengan SF dan gelatin menggunakan metode freeze
drying kemudian melakukan karakterisasi untuk melihat gugus fungsi, morfologi,
porositas, dan kekuatan mekanik scaffold.
Hidroksiapatit yang digunakan adalah serbuk hidroksiapatit yang disintesis
dari dental gipsum tipe II dan SF yang digunakan diekstraksi dari kokon ulat
sutera Bombyx mori. Sedangkan gelatin yang digunakan adalah gelatin komersial. Sampel dibuat dengan menggabungkan ketiga bahan tersebut dan dikelompokkan
menjadi empat kelompok, yaitu A (SF 2,8%-Gelatin), B (DGHA-SF 2,8%), C
(DGHA-SF 2,8%-Gelatin), dan D (DGHA-SF 1,2%-Gelatin) kemudian dilakukan
freeze drying untuk dijadikan scaffold dan dilakukan uji karakterisasi FTIR, SEM,
uji porositas, dan uji mekanik.
Hasil penelitian menunjukkan semua kelompok sampel memiliki
karakteristik yang berbeda. Hasil uji FTIR menunjukkan semua sampel
mengandung senyawa utama sesuai dengan bahan yang digunakan, yaitu scaffold
A memiliki senyawa utama SF dan gelatin, scaffold B memiliki senyawa utama
HA dan SF, scaffold C dan scaffold D memiliki senyawa utama HA, SF, dan
gelatin. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan semua sampel menghasilkan
porositas dengan ukuran pori yang bervariasi, bentuk irregular, dan memiliki
interkonektivitas. Hasil analisa Image J Scaffold B menunjukkan diameter dan
luas pori terbesar dibandingkan scaffold yang lain, yaitu diameter pori berkisar
antara 401,39-1.696 µm dengan rata-rata diameter pori 1.048,69 µm. Sedangkan
luas pori berkisar antara 89.000-434.027 µm2
dengan rata-rata 261.513 µm2
.
Sedangkan Scaffold C menunjukkan diameter dan luas pori terkecil dibandingkan
scaffold yang lain, yaitu diameter pori scaffold berkisar antara 132,64-198,61 µm
dengan rata-rata diameter pori 165,62 µm. Sedangkan luas pori berkisar antara
17.000-43.000 µm2
dengan rata-rata 30.000 µm2
. Hasil uji porositas menunjukkan
urutan prosentase porositas dari yang terkecil ke yang terbesar yaitu scaffold D
dengan porositas 81,63%, scaffold C dengan porositas 83,98%, scaffold A dengan
porositas 86,52%, dan scaffold B dengan porositas 93,76%. Hasil uji mekanik
menunjukkan kekuatan tekan scaffold yang berbeda-beda. Urutan kekuatan tekan
dari yang terkecil ke yang terbesar, yaitu scaffold B dengan rata-rata kekuatan
tekan 0,06 MPa, scaffold D rata-rata 0,43 MPa, scaffold A rata-rata 0,49 MPa, dan
scaffold C rata-rata 0,56 Mpa. | en_US |