Hubungan Kompetensi Keperawatan Lintas Budaya dengan Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Kabupaten Jember
Abstract
Jember adalah suatu daerah yang dihuni oleh masyarakat multietnik dan lingua dimana masyarakat menggunakan bahasa campuran seperti bahasa Jawa dan Madura. Akulturasi budaya di Jember terjadi karena adanya proses perpindahan bahasa dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain sehingga terbentuklah suatu dialek dan kata-kata baru. Perawat sebagai pemberi layanan kesehatan merupakan salah satu tenaga profesional kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien dari beragai macam etnis. Hambatan yang sering dijumpai perawat dalam penerapan komunikasi terpaeutik adalah ketidakmampuan perawat dalam memahami bahasa sehari-hari pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang perawat yang berasal dari daerah Jember, diketahui bahwa perawat pernah mengalami kesulitan pada saat berkomunikasi dengan pasien pasien osing yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi. Salah satu keunikan budaya yang sering dijumpai di rumah sakit adalah budaya nyapot yaitu budaya menjenguk keluarga atau kerabat yang sakit secara beramai-ramai atau rombongan. Budaya tersebut dinilai kurang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan rumah sakit, karena adanya beberapa keluarga pasien yang memasuki ruang rawat inap secara beramai-ramai pada saat jam besuk dapat menyebabkan suasana di ruang rawat inap menjadi tidak kondusif dan dapat mengurangi produktivitas pasien saat beristirahat. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan kompetensi keperawatan lintas budaya dengan komunikasi terapeutik perawat di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Kabupaten Jember dalam menghadapi pasien yang memiliki perbedaan budaya. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kompetensi keperawatan lintas budaya dengan komunikasi terapeutik perawat di RSD dr. Soebandi. Kedua variabel tersebut diukur dan diambil datanya pada satu waktu secara bersamaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 106 perawat di ruang rawat inap kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 RSD dr. Soebandi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster sampling dimana peneliti mengambil sampel dari setiap ruang rawat inap kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Kompetensi Transcultural Nursing dan kuesioner Komunikasi Terapeutik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa golongan pendidikan perawat di ruang rawat inap kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 RSD dr. Soebandi didominasi oleh perawat dengan golongan perawat D3 dengan jumlah 71 (67,1 %) perawat. Perawat dengan golongan Pendidikan S1 berjumlah 34 (32,1 %) perawat, dan S2 berjumlah 1 (0,9 %) perawat. Penelitian ini menunjukkan bahwa 13 (12,3 %) perawat ruang rawat inap kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 RSD dr. Soebandi memiliki lama masa kerja 1-5 dan 93 (87,7 %) perawat lainnya memiliki lama masa kerja lebih dari lima tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSD soebandi mayoritas berasal dari daerah Jember dengan jumlah perawat sebanyak 93 (87,7 %) orang, sedangkan 13 (12,3 %) orang lainnya adalah perawat yang berasal dari luar daerah Jember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 106 perawat ruang rawat inap kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 RSD dr. Soebandi yang menjadi responden penelitian, 79 (74,5%) diantaranya menilai bahwa mereka memiliki kecakapan budaya dalam kategori cukup. Penelitian ini menunjukkan bahwa 52 (49,1 %) dari 106 perawat di ruang rawat inap kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 RSD dr. Soebandi menerapkan teknik komunikasi terapeutik dalam kategori cukup. Hasil akhir penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kompetensi keperawatan lintas budaya dengan komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat inap RSD dr. Soebandi, dengan kekuatan hubungan yang rendah (p = 0,001, dan r = 0,320). Peneliti
berasumsi bahwa rendahnya hubungan antara kompetensi keperawatan lintas budaya dengan komunikasi terapeutik perawat disebabkan karena adanya beberapa hambatan yaitu adanya perbedaan budaya dan bahasa, selain itu terdapat faktor lain yang secara signifikan berhubungan dengan kompetensi keperawatan lintas budaya, yaitu self-efficacy transcultural (keyakinan) yang merupakan faktor utama dalam meningkatkan kualitas layanan keperawatan berbasis budaya. Adanya hubungan antara kompetensi keperawatan lintas budaya dengan komunikasi terapeutik perawat menjelaskan bahwa perawat perlu meningkatkan pendekatan keperawatan yang peka budaya agar perawat dapat memberikan layanan keperawatan secara holistik dengan pendekatan terapeutik bagi semua pasien yang memiliki perbedaan latar belakang budaya.
Collections
- UT-Faculty of Nursing [1529]