dc.description.abstract | Dewasa ini perkembangan bisnis semakin meningkat, hal tersebut menimbulkan dampak terhadap persaingan bisnis yang semakin tinggi baik di pasar domestik maupun internasional. Salah satu cara untuk memenangkan persaingan yang sangat tinggi adalah dengan berfokus pada peningkakan kualitas sehingga dapat mengungguli produk yang dihasilkan pesaing. Agar kualitas produk yang dihasilkan lebih maksimal, diperlukan suatu metode pengendalian kualitas untuk meningkatkan kualitas produksi. UD Timbul Jaya adalah produsen shuttlecock merek Angsa, Mitra, dan Timbul Jaya yang berada di desa Sumengko, kecamatan Sukomoro, kabupaten Nganjuk. UD Timbul jaya memproduksi shuttlecock sebagian besar prosesnya masih manual(dikerjakan oleh manusia bukan mesin) dengan mayoritas karyawannya adalah ibu-ibu, walaupun menggunakan mesin yang mengoperasikan masih manusia. Namun kenyataannya dalam proses produksi masih terdapat produk cacat. Kriteria yang didapatkan yaitu shuttlecock goyang, tidak berputar, dan kecepatan tidak sesuai. Dari data produksi bulan September diperoleh: jumlah produksi 20.150 shuttlecock, jumlah produk rusak 735 shuttlecock atau sama dengan 3,63 %. Data tersebut merupakan data merek Angsa, dengan tingkat produksi 50% dari total produksi dan merek dengan penjualan paling banyak hal itulah yang membuat merek Angsa menjadi objek penelitian. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kerusakan produk dalam mengendalikan kualitas produk shuttlecock. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Statistical process control (SPC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan. Sumber data primer dalam penelitian ini mengambil data secara langsung melalui observasi dan wawancara langsung dengan pihak perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecacatan produk masih sangat tinggi yaitu sebanyak 825 shuttlecock dari total produksi sebesar 22.270 shuttlecock atau sebesar 3,7% selama periode 7 Oktober sampai dengan 6 November. prioritas rencana perbaikan yang utama adalah goyang, prioritas kedua adalah kecepatan tidak sesuai, dan prioritas ketiga adalah tidak berputar dengan masing-masing RPN sebesar 392, 294, dan 288. Kecacatan yang terjadi pada shuttlecock disebabkan oleh dua faktor yaitu manusia dan metode. | en_US |