Ruang Publik Yang Berdaya: Ragam Wacana di Kalangan Petani Perempuan Ijen Bondowoso
Abstract
Fenomena ruang publik semakin menarik untuk menjadi kajian hari ini, karena bukan saja sebagai ruang fisik melainkan ruang yang abstrak yang dapat menghasilkan wacana. Kemunculan ruang publik di kalangan petani perempuan Ijen Bondowoso sebagai media untuk berargumentasi. Dengan hadirnya ruang publik maka perempuan mampu untuk melakukan perlawanan terhadap sistem yang mendominasi melalui wacana yang reflektif. Wacana dihasilkan melalui percakapan sehari-hari di ruang publik petani perempuan Ijen Bondowoso. Teori yang digunakan pada penelitian ini ialah ruang publik dan tindakan komunikatif dari Jurgen Habermas. Dengan demikian, metode yang digunakan ialah kualitatif dengan pendekatan hermeunetika kritis. Teknik penentuan informan menggunakan purposive sampling dengan lokasi penelitian di Dusun Curah Macan, Desa Kalianyar Kecamatan Ijen Bondowoso. Kemudian, untuk teknik pengumpulan data yaitu observasi terlibat, wawancara mendalam dan dokumentasi. Untuk mengetahui keabsahan data penulis menggunakan teknis triangulasi dengan membandingkan antara data sekunder dan primer maupun data primer dengan data primer lainnya. Selanjutnya, penulis melakukan teknik analisis data yang dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data mulai dari abstraksi hingga kategorisasi data, setelah itu menafsirkan data menggunakan perspektif hermeuntika habermas sebagai upaya penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang publik yang terjadi di kalangan petani perempuan menghasilkan tiga ruang yaitu ruang publik bersifat informatif, solutif dan suportif seperti berikut; 1) ruang publik informatif merupakan ruang yang dapat memunculkan wacana yang kaya informasi, karena tidak ada batasan isu dalam dialog informal tersebut. Subyek dapat menghasilkan berbagai macam wacana sepanjang bahasa yang digunakan mudah dimengerti oleh anggota di dalam forum tersebut, misalnya informasi mengenai aspek pertanian seperti perilaku ngasa' dan kebiasaan membakar lahan sehingga menyebabkan kebakaran. 2) ruang publik solutif merupakan ruang yang mampu memberikan solusi terhadap persoalan dari isu pertanian dan hak warga negara (program KB dan akses pupuk bersubsidi), misalnya tentang solusi untuk meningkatkan hasil pertanian yaitu membelah kentang kontrak menjadi dua bagian maupun mengadakan pengajian secara rutin untuk mendapatkan keberkahan dari doa Kyai. 3) ruang publik suportif ialah ruang ruang yang menghasilkan wacana saling mendukung diantara subyek, misalnya tekait dengan kekhawatiran petani akan hilangnya pekerjaan sebagai lahan pertanian dan peternakan yang disebabkan karena masuknya proyek gas bumi. Dengan demikian, anggota lain memberikan argumentasi bahwasanya nanti bisa medapatkan pekerjaan di proyek tersebut. Tentunya, untuk menghilangkan rasa kecemasan yang dirasakan oleh salah satu petani perempuan di Ijen Bondowoso. Sementara itu, ragam wacana yang dimunculkan pada ruang publik meliputi wacana keluarga dan pertanian. Kedua jenis wacana tersebut merupakan hasil dari proses percakapan diantara perempuan Ijen Bondowoso. Wacana keluarga terdiri dari pendidikan anak dan konsep pasangan ideal. Sedangkan, wacana pertanian terdiri dari bibit, obat-obatan, harga hasil produksi panen hingga pembahasan gaya hidup petani. Hal ini menggambarkan bahwa ruang publik mampu untuk menghasilkan wacana yang bersifat reflektif sehingga subyek mampu untuk berdaya. Hasil penelitian ini menunjukkan dengan adanya ruang publik yang memunculkan wacana reflektif dapat menjadikan petani perempuan berdaya. Perempuan mampu untuk memberikan suatu argumentasi kritis yang bersifat penolakan terhadap sistem yang mendominasi. Perempuan memiliki posisi tawar dengan wacana yang dimunculkan melalui ruang publik. Sementara itu, petani perempuan memiliki akses ekonomi yang dapat meningkatkan posisi tawar terhadap sistem yang mendominasi, yaitu perkebunan. Oleh sebab itulah, ruang publik sebagai media bagi perempuan untuk berargumentasi dan berdaya.