Festival Gandrung Sewu di Kabupaten Banyuwangi Pada Tahun 2012-2018
Abstract
Festival Gandrung Sewu pertama kali diadakan pada 17 November 2012 di Pantai Boom yang diikuti oleh seribu lebih penari Gandrung. Banyaknya kesenian dan kebudayaan di Banyuwangi, Tari Gandrung terpilih dalam penyelenggaraan event besar ini. Paguyuban Pelatih Seni dan Tari Banyuwangi (Patih Senawangi) memilih Tari Gandrung karena Gandrung sudah menjadi maskot Kabupaten Banyuwangi dan dipandang sebagai identitas umum Kabupaten Banyuwangi. Sebelum diadakannya Festival Gandrung Sewu, Tari Gandrung sempat meredup karena tariannya yang erotis, pakainnya yang terbuka, dan maraknya minuman keras pada saat penyelenggaraan Gandrung. Akibatnya Gandrung mulai kurang diminati oleh masyarakat terutama oleh generasi muda. Hal ini karena generasi muda lebih tertarik pada budaya modern daripada budaya lokal yang ada di tempat tinggalnya. Sebelum diadakannya Festival Gandrung Sewu, kegiatan serupa juga pernah diadakan pada tahun 1974 dibawah pemerintahan Bupati Djoko Supa’at Slamet. Akan tetapi, kegiatan tersebut hanya berjalan satu kali saja dan tidak diadakan kembali pada tahun-tahun berikutnya.
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: (1) bagaimana
Latar belakang diadakannya Festival Gandrung Sewu di Kabupaten Banyuwangi?; (2) bagaimana dinamika Festival Gandrung Sewu pada tahun 2012-2018? Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji latar belakang diadakannya Festival Gandrung Sewu; (2) mengkaji dinamika Festival Gandrung Sewu pada tahun 2012-2018.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian sejarah. Langkah-langkah yang ditempuh adalah: (1) heuristik; (2) kritik; (3) interpretasi; dan (4) historiografi. Sumber-sumber primer yang digunakan adalah sumber lisan yang didapatkan dari pihak-pihak yang terlibat langsung dengan tema penelitian dan dokumen-dokumen dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Banyuwangi.
Hasil penelitian menunjukkan diadakannya Festival Gandrung Sewu dipengaruhi oleh faktor budaya, politik, dan ekonomi. Faktor budaya dipengaruhi oleh keinginan Paguyuban Pelatih Seni dan Tari Banyuwangi (Patih Senawangi) yang ingin membuktikan bahwa Banyuwangi adalah Gandrung yang layak untuk dipentaskan. Festival Gandrung Sewu juga sebagai bentuk pelestarian budaya asli Kabupaten Banyuwangi. Faktor politik dipengaruhi oleh menurunnya tingkat kunjungan wisata di Banyuwangi. Sedangkan faktor ekonomi dipengaruhi oleh adanya keluhan dari masyarakat yang penghasilannya semakin lama semakin menurun. Festival Gandrung Sewu mengalami dinamika yang menarik. Penyelenggaraan tahun 2012 diberi nama Parade Gandrung Sewu, tahun 2013 adalah Paju Gandrung Sewu, dan tahun 2014-2018 adalah Festival Gandrung Sewu. Tema yang digunakan dalam Festival Gandrung Sewu setiap tahunnya berbeda-beda dan merupakan cerita yang berkesinambungan dari tema yang sebelumnya. Tema yang diterapkan adalah mengenai peristiwa sejarah Banyuwangi terutama perlawanan rakyat Banyuwangi menghadapi VOC.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) latar belakang diadakannya Festival Gandrung Sewu didorong oleh keinginan Bupati Abdullah Azwar Anas yang menginginkan kegiatan spektakuler dengan mengangkat budaya yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut menjadi salah satu motivasi bagi Patih Senawangi selaku penggagas Festival Gandrung Sewu untuk menyelenggarakan kegiatan yang telah lama direncanakan tersebut.; (2) Selama tahun 2012 hingga 2018, Festival Gandrung Sewu mengalami perubahan dan perkembangan. Sejak pertama kali diadakan, Festival Gandrung Sewu berada dibawah tanggung jawab Patih Senawangi. Pada tahun 2013 Patih Senawangi mengeluarkan biaya yang sangat banyak sehingga tidak mau lagi mengadakan Festival Gandrung Sewu pada tahun berikutnya. Maraknya Festival Gandrung Sewu yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, akhirnya pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi mengambil alih penanggung jawab Festival Gandrung Sewu. Sehingga Festival Gandrung Sewu tetap berjalan lancar hingga saat ini.