dc.description.abstract | Berangkat dari hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Adanya hubungan keperdataan anak luar kawin dengan ayah biologisnya
dalam perspektif Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 pada hakikatnya
adalah dalam rangka perlindungan hukum terhadap anak. Anak luar
kawin dalam perspektif MK adalah anak yang lahir sebagai hasil dari
perkawinan yang memenuhi syarat dan rukun secara agama namun tidak
dicatatkan pada pejabat yang bewenang, dapat juga didefinisikan sebagai
anak yang lahir dari hasil perkawinan yang hanya memenuhi unsur Pasal
2 ayat (1) dan tidak memenuhi Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan.
2. Pemaknaan kata 'hubungan keperdataan' dalam Putusan MK No. 46/PUUVIII/2010 tidaklah sama dengan kata 'hubungan nasab', sebagaimana
juga terdapat perbedaan makna antara kata'hubungan darah' dalam
Putusan MK dengan 'nasab' dalam konsep hukum Islam.
3. Anak luar kawin (yang dimaknai sebagai anak hasil perkawinan tidak
tercatat) mendapat perlindungan hukum yang sama dengan anak sah
terkait dengan hak waris dan penentuan kewenangan wali nikah.
PutusanMK ini telah sesuai dengan teori maqhashid syariah dan maslahah
mursalah, yakni dalam rangka memelihara kebutuhan dasar manusia,
berupa hifzh al-din (memelihara agama), hifzh al-nafs (jiwa), hifzh al-aql
(akal), hifzh al-nafs/nasl(jiwa/keturunan), dan hifzh al-mal (harta). | en_US |