Intensitas Kebisingan dan Keluhan Pendengaran pada Pekerja Penggergaji Kayu Kabupaten Jember
Abstract
Teknologi saat ini semakin canggih sangat membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu sumber utama bahaya potensial yang timbul di lingkungan kerja fisik adalah kebisingan. Kebisingan merupakan suara yang timbul di tempat kerja yang berasal dari alat-alat produksi yang digunakan oleh suatu industri atau perusahaan yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans No. 5 Tahun 2018). Gangguan Pendengaran Akibat Bising adalah tuli sensoneural dimana terjadi kerusakan sel rambut luar koklea karena paparan bising terus menerus dalam jangka waktu lama. Akhirnya efek yang timbul terhadap pendengaran berupa trauma akustik, perubahan ambang dengar sementara dan perubahan ambang dengar permanen (Gabriel, 2012:90). Industri pengolahan kayu di Indonesia berkembang pesat, terutama industri di daerah-daerah yang dikelola sendiri secara informal terlebih fenomena budaya K3 cenderung rendah. Menurut perolehan data survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2018 didapatkan hasil berupa kondisi lingkungan yang terdapat di industri ini termasuk dalam kategori bising. Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin menganalisis keluhan pendengaran yang terjadi akibat intensitas kebisingan pada pekerja penggergaji kayu.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada Industri Pengolahan Kayu yang tersebar di tiga kecamatan wilayah Kabupaten Jember antara lain UD Semi Jaya (Kecamatan Arjasa), UD Sumber Harta (Kecamatan Arjasa), UD Mayoa (Kecamatan Kalisat), dan UD Kelapa Gading (Kecamatan Mayang). Responden dalam penelitian ini sebanyak 53 pekerja penggergaji kayu. Variabel terikat pada penelitian ini adalah keluhan pendengaran dan variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor individu (usia dan upaya membatasi diri dari paparan kebisingan di tempat kerja) dan faktor pekerjaan itu sendiri (lama paparan bising perhari, masa kerja, dan intensitas kebisingan). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Mackay Hearing Questionnaire dan alat ukur kebisingan berupa Sound Level Meter. Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat (analisis deskriptif).
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa pekerja dengan kategori usia 36 – 55 cenderung mengalami tingkat kondisi lebih parah yaitu terdapat keluhan pendengaran yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Pekerja yang tidak melakukan upaya membatasi diri dari paparan kebisingan di tempat kerja cenderung mengalami tingkat kondisi lebih parah yaitu terdapat keluhan pendengaran yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Pekerja dengan kategori terpapar bising 8 jam/hari cenderung mengalami tingkat kondisi lebih parah yaitu terdapat keluhan pendengaran tetapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengalami keluhan pendengaran yang mengganggu aktivitas sehari-hari dengan masing-masing. Pekerja dengan masa kerja < 5 tahun cenderung mengalami keluhan pendengaran tetapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pekerja yang bekerja pada tempat dengan intensitas kebisingan > 85 dBA pekerja penggergaji kayu cenderung mengalami kondisi lebih parah yaitu terdapat keluhan pendengaran yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk industri pengolahan kayu adalah Pihak industri diharapkan lebih memperhatikan kondisi kesehatan pekerja penggergaji kayu yang terdampak kebisingan, seperti disediakannya atau diwajibkannya penggunaan alat pelindung telinga terutama bagi pekerja yang masuk rentang usia 30 tahun karena semakin bertambahnya usia pekerja cenderung semakin memperparah pula kondisi kesehatan pendengarannya.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]