dc.description.abstract | Kabupaten Jember adalah sebuah wilayah yang terletak di Provinsi Jawa Timur yang berada di lereng Pegunungan Hyang dan Gunung Argopuro yang membentang ke arah selatan sampai dengan Samudera Indonesia. Menurut teori terkuat, keberadaan gumuk di Jember disebabkan oleh letusan Gunung Raung pada masa lampau (Raung Purba). Letusan ini mengalirkan lava dan lahar yang terjadi selama kurang lebih 2000 tahun sampai terbentuk topografi gumuk seperti sekarang. Teori lain menyebutkan bahwa formasi gumuk berasal dari lontaran sisi barat Gunung Raung yang berlangsung secara besar-besaran bersama banjir lava yang mengiringi peristiwa erupsi vulkanik atau tektonik patahan. Bongkahan – bongkahan tersebut jatuh di tepi barat Gunung Raung bersama dengan banjir lahar dari tempat asalnya menuju ke arah Barat Daya. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui jenis batuan pada struktur bawah permukaan gumuk dan lahan bekas gumuk menggunakan metode geolistrik konfigurasi Wenner-Sclumberger. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur bawah permukaan adalah metode geolistrik. Prinsip kerja dari metode geolistrik yaitu dengan penginjeksikan arus listrik ke permukaan tanah melalui sepasang elektroda dan pengukuran beda potensial dengan sepasang elektroda yang lain. Nilai resistivitas batuan didapatkan dengan cara menginjeksikan arus pada permukaan bumi sehingga didapatkan nilai arus dan tegangan, nilai ini kemudian diolah untuk mendapatkan resistivitas semu guna diinput ke software Res2Dinv. Hasil dari software Res2Dinv berupa model 2D struktur bawah permukaan gumuk, model tersebut memberi informasi variasi nilai resistivitas untuk posisi dan kedalaman yang berbeda. Penentuan jenis batuan mengacu pada tabel resistivitas batuan, peta geologi Kabupaten Jember dan penelitian Fariha (2012). Pengambilan data lapang dilakukan di tiga lokasi yang berbeda yaitu gumuk yang telah ditambang, gumuk yang beralih fungsi dan gumuk yang masih utuh, dengan menggunakan 2 lintasan untuk setiap lokasi penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan nilai resistivitas di lintasan 1 (3,64 – 687) Ωm, sedangkan di lintasan 2 nilai resistivitasnya (4,43 – 541) Ωm dengan kedalaman 19,1 m. Lintasan 1 dan 2 diambil di lokasi gumuk yang sudah ditambang, bagian atas gumuk menunjukkan batuan khas gumuk seperti pada bagian jalan dan ujung-ujung lintasan kemungkinan pembentukan terjadi karena lontaran dari Gunung Raung karena struktur bawah permukaan dapat dibedakan dengan kondisi sekitarnya. Sedangkan nilai resistivitas di lintasan 3 (6,31 – 86,6) Ωm dan lintasan 4 didapatkan nilai resistivitas (4,29 – 65,4) Ωm dengan kedalaman 23,7 m. Lintasan 3 dan 4 diambil di gumuk yang sudah beralih fungsi, statigrafi gumuk berupa batuan Gunung Raung sampai kedalaman 19,1 m tapi tidak bisa dibedakan dengan geologi regionalnya sehingga masih belum bisa dipastikan tumbuh dari magma dibawahnya atau dari banjir lahar. Kemudian di lokasi gumuk yang masih utuh diambil 2 lintasan, yaitu lintasan 5 didapatkan nilai resistivitas (32,3 – 858) Ωm, di lintasan 6 didapatkan (48,9 – 649) Ωm dengan kedalaman 19,1 m. Berdasarkan hasil penelitian, struktur bawah permukaan pada gumuk dan lahan bekas gumuk tersusun atas jenis batuan batuan breksi, tuf, tuf sela, batu pasir tufan, andesit dan konglomerat. Statigrafi gumuk berupa batuan raung, tapi masih tidak bisa dipastikan bentang alam hasil bentukan akibat erupsi Gunung Raung baik dari banjir lahar atau lontaran. Dari hasil tersebut masih belum bisa dipastikan proses pembentukan gumuk karena struktur bawah permukaan tidak bisa dibedakan dengan geologi regionalnya. Berdasarkan hasil tersebut kemungkinan gumuk yang masih utuh pembentukan geologinya terjadi karena lontaran dari Gunung Raung karena struktur bawah permukaan dapat dibedakan dari wilayah sekitarnya, sedangkan untuk gumuk yang beralih fungsi dan gumuk yang masih utuh belum bisa dipastikan proses pembentukan geologinya karena struktur bawah permukaan masih belum bisa dibedakan dengan wilayah sekitarnya. | en_US |