dc.description.abstract | Orientasi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang ada hanya
menitikberatkan pada salah satu dimensi dari gejala-gejala kemiskinan sehingga
mencerminkan pendekatan program yang bersifat parsial, sektoral, charity dan
tidak menyentuh akar penyebab kemiskinan. Akibatnya program-program tersebut
belum efektif mampu mengurangi angka kemiskinan dan tidak mampu
menumbuhkan kemandirian masyarakat yang pada akhirnya tidak akan mampu
mewujudkan aspek keberlanjutan (sustainability) dari program-program
penanggulangan kemiskinan.
Kabupaten Bondowoso sebagai bagian dari propinsi Jawa Timur
merupakan salah satu dari 8 (delapan) daerah tertingggal dan dikategorikan
memiliki penduduk miskin terbanyak sehingga program pengentasan kemiskinan
juga telah bergulir pada masyarakat Bondowoso untuk daerah perkotaan program
yang ada yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan. Namun dari 5 (lima) Badan Keswadayaan Masyarakat yang ada pada
tahun 2003 hanya 1 (satu) Badan Keswadayaan Masyarakat yang mampu
berkembang, 4 (empat) lainnya dinyatakan kolaps.
Untuk mendapatkan dana
PNPM Mandiri Perkotaan, pada pertengahan tahun 2006 dilaksanakan review
Badan Keswadayaan Masyarakat sehingga pada tahun 2007 Badan Keswadayaan
Masyarakat yang mendapatkan alokasi dana PNPM Mandiri Perkotaan berjumlah
5 (lima) Badan Keswadayaan Masyarakat. Pada pencairan dana Bantuan
Langsung Masyarakat tahun 2008 terjadi kesimpang siuran berita dan perubahan
alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat sehingga menimbulkan kecurigaan
dan iri dari Badan Keswadayaan Masyarakat yang lain.
Permasalahan lain yang dihadapi Badan Keswadayaan Masyarakat yang
ada di Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso sampai saat ini adalah
keterlambatan waktu pelaksanaan dan pencairan dana terminnya. Hal ini
menyebabkan jadwal yang ada tidak sesuai dengan waktu pelaksanaan. Selain itu
kurangnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat pada kegiatan PNPM Mandiri
Perkotaan menyebabkan hasil PNPM Mandiri Perkotaan tidak bertahan lama dan
belum adanya pihak yang mau bermitra dengan Badan Keswadayaan Masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana
implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan
(PNPM MP) di Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, tidak melakukan
pengujian hipotesis, dan hanya mendeskripsikan data kualitatif yang diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara. Meskipun demikian data kualitatif yang
diperoleh dari dokumen resmi juga digunakan untuk memperkuat temuan
penelitian. Informan penelitian adalah PPK PNPM Mandiri Perkotaan, Kepala
Kecamatan Bondowoso, Kepala Desa/Kelurahan lokasi PNPM MP, Ketua RT
ix
Penerima manfaat program PNPM MP, Ketua LKM, Faskel, secara acak
masyarakat yang menerima manfaat serta masyarakat sekitar penerima manfaat.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa untuk kelancaran dan tertib administrasi
pelaksanaan PNPM Mandiri (PNPM Mandiri Perkotaan/P2KP) di Kabupaten
Bondowoso maka dibentuk Tim Pengarah Kabupaten yang tertuang dalam
Keputusan Bupati Bondowoso Nomor : 600/741/430.42/2009 tanggal 30 Juni
2009 tentang Tim Pengarah Kabupaten Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri Perkotaan/P2KP). Dalam melaksanakan
tugasnya anggota Tim Pengarah Kabupaten di bantu oleh Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan/P2KP. Dalam hal pengawasan
selain telah ada pengawasan melekat dari pendamping/fasilitator juga ada
pembina teknis dari Dinas Bina Marga dan Cipta Karya. Pelaksanaan PNPM MP
terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap persiapan masyarakat, tahap perencanaan,
tahap pencairan dan tahap pelaksanaan kegiatan.
Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perkotaan (PNPM MP) di Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso telah
berjalan dengan kualifikasi kurang baik. Berdasarkan hasil analisis yang
menggunakan model Edward III, diketahui: 1). faktor komunikasi yang meliputi;
transmisi, kejelasan dan konsistensi, yang berasumsi bahwa faktor komunikasi
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan tergolong baik di tingkat pelaksana namun
kurang di tingkat masyarakat di sekitar lokasi penerima dana PNPM Mandiri
Perkotaan. 2). faktor sumber-sumber yang meliputi: sumber daya manusia,
informasi, wewenang dan fasilitas, secara umum tergolong kurang baik. Hanya
jumlah dana yang mendukung implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di
Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso. 3). faktor disposisi atau
kecenderungan kurang baik walaupun ada komitmen dan kerelaan dari agen
pelaksanan untuk melaksanakan program namun masih ada motif pribadi atau
politik dan belum ada kesepahaman yang utuh dengan masyarakat penerima
manfaat. Kecenderungan dan sikap agen pelaksana dan masyarakat dipengaruhi
oleh kondisi sosial budaya masyarakat, sehingga dengan mengetahui dan
memahami kondisi sosial budaya masyarakat motif dan kepentingan pribadi agen
pelaksana dapat ditekan seminimal mungkin dan fragmentasi dapat dihindarkan.
Pada instansi yang menjadi anggota tim pengarah variabel disposisi dapat dilihat
dari keseriusan mereka dalam memberikan dukungan pada kelancaran dan
pengendalian pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah
kerjanya. 4) faktor Struktur Birokrasi berupa Standard Operating Procedures
(SOP) cukup baik karena didukung oleh sumber-sumber yang diperlukan dalam
pelaksanaan implementasi PNPM MP antara lain adanya Keputusan Bupati
Bondowoso Nomor : 600/741/430.42/2009 tentang Tim Pengarah Kabupaten
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri
Perkotaan/P2KP). Akan tetapi fragmentasi kebijakan terjadi karena kurang adanya
kesepahaman antara pelaksana kebijakan dengan kepala wilayah sehingga
kualifikasinya kurang baik
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pemberdayaan Masyarakat, PNPM Mandiri
Perkotaan | en_US |