Karakteristik Individu dan Postur Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Penenun Sarung Tradisional (Studi di Desa Wedani Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik)
Abstract
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan keluhan sangat ringan sampai sangat sakit yang dirasakan di bagian tertentu otot skeletal tubuh, yang dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon apabila dibiarkan dalam waktu yang lama. Beberapa dampak dari keluhan MSDs ini antara lain menyebabkan berkurangnya fungsi anggota tubuh, rendahnya kualitas kerja, turunnya produktivitas kerja, dan hilangnya jam kerja. Faktor risiko terhadap keluhan MSDs diantaranya faktor individu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Tenaga kerja sektor informal umumnya memiliki kesejahteraan yang rendah, beban dan waktu kerja berlebih, serta memiliki risiko untuk terpapar berbagai kondisi bahaya salah satunya bahaya ergonomi. Penenun sarung tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) merupakan salah satu jenis pekerjaan sektor informal yang dalam aktivitas kerjanya yaitu mendorong kayu, berada dalam postur janggal pada posisi duduk dan terdapat gerakan pengulangan dengan frekuensi tinggi sehingga membutuhkan banyak kekuatan otot dan pengerahan tenaga maksimal, hal tersebut memiliki risiko untuk mengalami keluhan MSDs apabila dilakukan dalam waktu yang lama tanpa disertai istirahat yang cukup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dan postur kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian analitik observasional dan rancangan studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Wedani Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik pada bulan juni 2019. Sampel pada penelitian ini yaitu penenun sarung tradisional yang berjenis kelaminperempuan sebanyak 70 orang yang diperoleh menggunakan teknik proportional cluster random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik individu yaitu usia, masa kerja, lama kerja, kebiasaan olahraga, dan indeks massa tubuh, serta faktor pekerjaan yaitu postur kerja dan variabel terikatnya yaitu keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara menggunakan kuesioner, keluhan MSDs menggunakan kuesioner Nordic Body Map, dan observasi menggunakan metode REBA. Penelitian ini menggunakan uji Spearman dan Chi Square untuk mengetahui hubungan antar variabel terikat dan variabel bebas.
Pada penelitian ini, diketahui bahwa mayoritas responden mengalami keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) tingkat rendah. Seluruh responden bekerja dalam posisi tubuh yang tidak ergonomis, hal ini berdasarkan hasil penilaian postur kerja menggunakan REBA yang didapatkan hasil skor risiko tinggi hingga sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa untuk karakteristik individu yang terdapat hubungan dengan keluhan MSDs adalah Indeks Massa Tubuh (p-value=0,041) dengan arah hubungan negatif yang memiliki arti bahwa semakin tinggi indeks massa tubuh maka keluhan MSDs yang dirasakan semakin rendah dan lama kerja (p-value=0,025). Sedangkan usia (p-value=0,410), masa kerja (p-value=0,335), dan kebiasaan olahraga (p-value=0,103) menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan keluhan MSDs. Postur kerja berdasarkan REBA juga menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan keluhan MSDs dengan nilai p-value = 0,439.
Saran yang dapat diberikan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik diharapkan melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan PAK melalui promosi kesehatan dan keselamatan kerja terkait postur kerja yang ergonomis, sosialisasi bahaya ergonomi dan pengendaliannya, dan pemeriksaan kesehatan rutin. Bagi Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perindag Kabupaten Gresik diharapkan mengadakan pelatihan K3 terutama yang berkaitan dengan ergonomi, bekerjasama dengan ahli K3 ergonomi untuk meredesain kursi kerja dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang ergonomis dan ikut terlibat dalam usaha pengendalian risiko MSDs pada penenun sarung. Bagi Pemilik UKM diharapkanmenghimbau para penenun untuk bekerja sesuai dengan standar jam kerja maksimal yaitu selama 8 jam. Sedangkan untuk penenun diharapkan lebih peduli dan memperhatikan bahaya ergonomi yang ada di lingkungan kerjanya, bekerja sesuai kemampuan fisik tubuhnya dan standar jam kerja maksimal yang berlaku yang tidak lebih dari 8 jam dan agar tubuh memiliki waktu yang cukup untuk istirahat, bagi penenun yang memiliki berat badan berlebih untuk menerapkan program GERMAS dan berkonsultasi ke poli gizi puskesmas tentang pengaturan pola makan yang seimbang
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]