dc.description.abstract | Pekerja yang mengalami gangguan tidur memiliki risiko 1,62 kali lebih
tinggi terjadinya kecelakaan kerja dibandingkan dengan pekerja yang tidak
mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur dianggap sebagai faktor yang paling
merusak efek non auditory karena implikasinya secara langsung terhadap kualitas
tidur dan performa sehari-hari. Pekerja yang terpajan kebisingan dengan bunyi
yang melebihi nilai ambang batas pendengaran di tempat kerja memiliki resiko
lebih tinggi memperoleh kualitas tidur yang buruk. Terjadinya gangguan tidur
juga berpengaruh terhadap proses pemulihan dari gangguan kesehatan fisik seperti
kecelakaan atau cedera kerja, juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan
mental, penurunan memori, daya ingat dan kurangnya berkonsentrasi. Hal tersebut
dapat berakibat pada penurunan produktivitas kerja.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian
dilaksanakan di PT Sukoreno Makmur, Desa Sukoreno, Kecamatan Kalisat,
Kabupaten Jember Bulan November 2018 - Agustus 2019. Populasi pada
penelitian ini adalah semua pekerja di PT Sukoreno Makmur yang berjumlah 30
orang. Peneliti menggunakan total populasi untuk dijadikan objek penelitian atau
sampel. Analisis penelitian menggunakan statistik deskriptif dengan penyajian
data melalui tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
Sebagian besar pekerja di PT Sukoreno Makmur berada di rentang usia 22
– 59 tahun, pekerja laki-laki memiliki jumlah paling banyak yaitu 20 orang,
mayoritas memiliki masa kerja 0-5 tahun dan >16 tahun, serta sebagian besar
pekerja memiliki kebiasaan merokok dengan mayoritas memiliki intensitas
merokok dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas
kebisingan, intensitas kebisingan di pabrik produksi beras PT Sukoreno Makmur
melebihi nilai ambang batas (NAB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam
PERMENAKER No. PER/13/X/2015 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
dan Kimia di Tempat Kerja. Sebagian besar pekerja pabrik produksi beras PT
Sukoreno Makmur memiliki kualitas tidur yang buruk, yaitu sejumlah 20 orang.
Pada kelompok umur 35-44 tahun terdapat pekerja dengan kualitas tidur
yang baik paling banyak yaitu sebanyak 7 pekerja sedangkan pada kelompok
umur 45-54 tahun terdapat pekerja dengan kualitas tidur yang buruk paling
banyak yaitu sebanyak 7 pekerja, jumlah pekerja laki-laki yang memiliki kualitas
tidur yang buruk lebih banyak daripada pekerja perempuan, pada kelompok masa
kerja 0-5 tahun terdapat pekerja dengan kualitas tidur yang baik paling banyak
daripada kelompok masa kerja lainnya yaitu sebanyak 4 pekerja sedangkan pada
kelompok masa >16 tahun terdapat pekerja dengan kualitas tidur yang buruk
paling banyak daripada kelompok masa kerja lainnya yaitu sebanyak 7 pekerja,
dan pada pekerja yang memiliki kebiasaan merokok terdapat jumlah pekerja
dengan kualitas tidur yang buruk lebih banyak daripada pekerja yang tidak
merokok yaitu sebanyak 18 pekerja sedangkan pada pekerja yang tidak merokok
terdapat jumlah pekerja dengan kualitas tidur yang baik lebih banyak daripada
pekerja yang merokok yaitu sebanyak 9 pekerja. Semakin tinggi paparan bising di
suatu lingkungan kerja, maka semakin tinggi pula resiko pekerja mempunyai
kualitas tidur yang buruk. Terdapat dua karakteristik individu yang berpengaruh
secara langsung pada kualitas tidur pekerja, yaitu masa kerja dan kebiasaan
merokok. Sedangkan karakteristik individu lainnya seperti umur dan jenis kelamin
tidak berpengaruh secara langsung pada kualitas tidur pekerja.
Saran yang diberikan yaitu perusahaan harus menyediakan alat pelindung
telinga (APT) untuk para pekerja berupa ear plug atau ear muff yang berfungsi
untuk meminimalisir intensitas kebisingan yang melebihi nilai ambang batas yang
diterima oleh telinga. Mermperbarui atau upgrade mesin produksi yang berusia
relatif tua dan menimbulkan kebisingan yang sangat tinggi dengan mesin yang
lebih baru sehingga dapat meminimalisir intensitas kebisingan yang dikeluarkan
oleh mesin. Diharapkan penelitian selanjutnya untuk mengambil sampel yang
lebih banyak dari sektor kerja yang sama agar diperoleh data yang lebih
bervariasi. Melakukan pengukuran kualitas tidur bukan hanya pada dampak non
auditory berupa gangguan psikologi yang berdampak pada kualitas tidur pekerja. | en_US |