dc.description.abstract | Sektor perkebunan menjadi sub sektor pertanian yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap perekonomian nasional. Perusahaan-perusahaan yang
bergerak di sektor agrikultur dituntut untuk memberikan informasi yang berguna.
Laporan keuangan menjadi salah satu sumber informasi penting bagi pengambilan
keputusan. Menurut PSAK No. 1 (2015) paragraf 09 tentang Penyajian Laporan
Keuangan, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi mengenai
posisi keuangan (laporan posisi keuangan), kinerja keungan (laporan laba rugi),
dan arus kas entitas (laporan arus kas) yang bermanfaat bagi sebagian besar
pengguna laporan keuangan.Aset merupakan salah satu unsur laporan posisi
keuangan. Aset pada perusahaan agrikultur memiliki keunikan dibandingkan aset
pada perusahaan sektor lainnya yaitu adanya transformasi biologis yang
menyebabkan perubahan secara kualitatif serta kuantitatif dalam kehidupan hewan
dan tumbuhan tersebut (Farida, 2013:2). Adanya transformasi biologis pada aset
biologis berdampak pada diperlukannya pengukuran yang dapat menunjukkan
nilai wajar sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan
ekonomis bagi perusahaan.
Saat ini, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah menerbitkan
PSAK69 “Agrikultur” yang menjadi pedoman terkait dengan perlakuan akuntansi
serta pengungkapan aktivitas agrikultur dan telah berlaku efektif pada tanggal 1
Januari 2018.Penerapan PSAK 69 ini berakibat pada berubahnya metode
akuntansi yang digunakan oleh perusahaan agrikultur yang sebelumnya
menggunakan biaya historis (historical cost) menjadi nilai wajar (fair value).
Pengukuran nilai aset biologis bagi suatu perusahaan agrikultur menjadi salah satu
hal penting yang harus dilakukan mengingat aset biologis merupakan aset utama perusahaan agrikultur.Begitu pula dengan PT Perkebunan Nusantara XII (Persero)
Kebun Kertowono.PTPN XII Kebun Kertowono memiliki peraturan tersendiri
yang dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan operasional perusahaan
termasuk peraturan mengenai perlakuan akuntansi aset biologis yang dimilikinya.
Ketentuan tersebut mengacu pada Surat Edaran Direksi No. 32/SE/83/2000
tanggal 23 Mei 2000 mengenai Pedoman Administrasi Aktiva Tetap PT
Perkebunan Nusantara XII (Persero) dan Surat Edaran Direksi No.
32/SE/091/2018 mengenai Revisi Umur Ekonomis Aset Tanaman Tahunan dan
Aset Tetap Non Tanaman.
Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun
Kertowono Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kabupaten Lumajang menjadi
kabupaten kedua yang memiliki tingkat produktivitas teh Perkebunan Besar
Negara tertinggi di wilayah Jawa Timur yaitu 1.978 kg/Ha (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2015). Kebun Kertowono sebagai anak perusahaan PTPN XII
dengan komoditas pokok berupa teh memiliki tingkat presentase luas areal yang
cukup tinggi dari total keseluruhan luas areal tanaman teh PTPN XII yaitu sebesar
36%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan akuntansi aset biologis
yang diterapkan oleh PTPN XII Kebun Kertowono serta menganalisis kesesuaian
perlakuan akuntansi yang diterapkan oleh PTPN XII Kebun Kertowono dengan
PSAK 69. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan akuntansi aset biologis yang
diterapkan oleh PTPN XII Kebun Kertowono belum sesuai dengan PSAK 69.
PTPN XII Kebun Kertowono mengakui tanaman teh yang dimiliki sebagai aset
tidak lancar yang diklasifikasikan sebagai Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
dan Tanaman Menghasilkan (TM). Produk yang tumbuh (produce growing) pada
tanaman teh masih belum diakui secara spesifik sebagai aset biologis perusahaan.
Kebun Kertowono mengakui aset biologis tersebut sebagai satu kesatuan dengan
tanaman produktifnya (tanaman teh). | en_US |