dc.description.abstract | Pelacuran pada dasarnya merupakan fenomena sosial yang hadir pada tiap jaman.
Fenomena yang menjadi patologi sosial ini bermula ketika sikap masyarakat cenderung
mendua, tidak objektif, dan hipokrit dalam menanggapi pelacuran. Oleh karena itu setiap
kasus penutupan pelacuran selalu terjadi pro dan kontra. Salah satu permasalahan pelacuran
juga terjadi di Kabupaten Jember tepatnya di desa Puger Kulon, Kecamatan Puger. Lokalisasi
pelacuran sudah lama ada di desa Puger Kulon dan baru dilegalisasi tahun 1990 berdasarkan
instruksi Bupati Jember No.16/1990. Sejak berdirinya lokalisasi di Puger Kulon, daerah
tersebut menjadi ramai dan dipadati pelanggan. Keberadaan lokalisasi ini, menarik
masyarakat sekitar untuk mencari “rezeki” dengan menjadi tukang cuci, tukang ojeg, tukang
becak, membuka toko kelontong, dan lain sebagainya, dengan demikian keberadaan lokalisasi
memberi peluang masyarakat untuk mencari tambahan pendapatan.
Seiring dengan perkembangan jaman yang menuntut adanya perubahan, maka
masyarakat yang menentang berdirinya lokalisasi mencoba untuk menutup lokalisasi, karena
dianggap bertentangan dengan norma masyarakat. Aksi-aksi ini mengakibatkan keluarnya
intruksi Bupati Jember No. 42 tahun 1998 tentang penutupan lokalisasi pelacuran di Puger.
Berlandaskan pada asumsi bahwa penutupan lokalisasi pelacuran secara paksa niscaya akan
membawa sejumlah dampak, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sejarah untuk
mengkaji dampak penutupan lokalisasi pelacuran terhadap kondisi perubahan sosial-ekonomi
masyarakat Puger, dengan fokus kajian yang menitik beratkan pada permasslahan berikut: 1)
bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Puger Kulon sebelum penutupan lokalisasi
Puger Kulon tahun 2007; 2) bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Puger Kulon
pasca penutupan lokalisasi Puger Kulon tahun 2007; dan 3) bagaimana upaya pemerintah
dalam mengantisipasi dampak yang timbul pasca penutupan lokalisasi Puger Kulon tahun
2007. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan teori struktural
fungsional guna melihat aspek fungsional dan disfungsional lokalisasi pelacuran pada
masyarakat Puger Kulon, sehingga nantinya akan nampak dampak perubahan sosial-ekonomi
masyarakat Puger Kulon sebelum dan pasca penutupan.
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi sumber yang peneliti lakukan, maka didapat
tiga kesimpulan. Hasil penelitian membuktikan, keberadaan TPST Puger Kulon memiliki
dampak positif dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Keberadaan lokalisasi secara
tidak langsung membantu pengembangan pembangunan desa Puger Kulon dan membuka
peluang masyarakat untuk memperluas bisnis dan mendapat lapangan kerja baru. Sedangkan
dampak negatif dari keberadaan lokalisasi Puger Kulon menjadikan citra desa Puger Kulon
menjadi buruk. Selain itu, lokalisasi mengganggu perkembangan mental dan perilaku remaja
dan anak-anak di desa Puger Kulon sehingga memicu perilaku kenakalan remaja, serta
meningkatkan potensi penyebaran penyakit kelamin, serta menimbulkan gaya hidup hedonis
dan penurunan tingkat religiusitas masyarakat Puger Kulon.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kondisi sosial-ekonomi masyarakat desa
Puger Kulon mengalami perubahan yang signifikan pasca penutupan lokalisasi Puger Kulon
pada tahun 2007. Dampak positif dari penutupan lokalisasi atau TPST Puger Kulon dalam
kehidupan sosial masyarakat adalah adanya perubahan positif terhadap gaya hidup dan
perilaku masyarakat terutama para laki-laki dan remaja yang lebih giat dalam melakukan halhal
positif. Penutupan lokalisasi berdampak
negatif
pada kehidupan ekonomi
masyarakat,
penutupan
lokalisasi Puger Kulon menyebabkan
menurunya
tingkat pendapatan masyarakat,
munculnya
praktek prostitusi
liar dan terselubung
di beberapa tempat
di kabupaten
Jember,
meningkatnya
angka kriminalitas
yang berimbas
pada turunya
tingkat
ketertiban dan kemanan
masyarakat,
dan munculnya
potensi penyebaran
penyakit kelamin
yang tidak terkontrol.
Selain
itu juga didapat kesimpulan
bahwa,
Pemerintah
telah melakukan
berbagai macam
upaya
untuk mengatasi
permasalahan
yang timbul
pasca penutupan TPST Puger Kulon.
Usaha-usaha
tersebut
antara
lain
menjadikan
lokalisasi
Puger Kulon
sebagai Lokalisasi
Rehabilitasi
Prostitusi
dan Tempat
Pelayanan
Sosial (TPS) yang mencoba
untuk melatih
mucikari
dan PSK untuk memperoleh
skill dan
keterampilan
guna menghadapi
lapangan kerja
baru.
Selain itu juga dibentuk Komisi
Penanggulangan
AID
(KPA) dengan program
VCT
(Voluntary
Counseling Testing) untuk menanggulangi
penyebaran HIV/AID. | en_US |