dc.description.abstract | Infeksixmasihxmenjadi suatu masalah serius di dunia. Penyakit infeksi
yang masuk ke dalam sepuluh besar penyebab kematian terbesar adalah diare.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 diare adalah
pembunuh nomor dua pada balitaxsetelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut). Ada beberapa faktor penyebab diare, antara lain adalah kurangnya
pengetahuan dan sikap terkait diare. Faktor lain yang dapat menyebabkan diare
yaitu infeksi bakteri. Salah satu bakteri penyebab diare adalah Salmonella
typhimurium. Bakteri tersebut adalah salah satu jenis serotif dari Salmonella
enterica. S. typhimurium dapat menginfeksi manusia maupun hewan. Bakteri ini
dapat menghasilkan racun berupa enterotoksinxdimana aktivitasnya dapat
mempengaruhi usus halus, sehingga dapat menyebabkan sekresi cairan yang
berlebih ke dalam rongga usus dan mengakibatkan diare. Diperlukan tata laksana
yang cepat dan tepat untuk menurunkan tingkat kematian akibat diare (Depkes RI,
2011).
Dalam usaha penanggulangan penyakit infeksi oleh mikroorganisme,
pengembangan obat dan pencarian sumber senyawa antiinfeksi baru dari bahan
alam yang memiliki efek samping minimal perlu dilakukan untuk dapat
menunjang taraf kesehatan di masyrakat. Banyak penelitian dilakukan untuk
membuktikan adanya aktivitas antibakteri dari senyawa aktif tumbuhan. Salah
satunya adalah tumbuhan dengan famili Araceae dari genus Pistia yaitu Pistia
stratiotes atau dikenal dengan nama tumbuhan apu-apu. Apu-apu sering
dimanfaatkan sebagai obat flu, demam, pegal linu, antijamur, diuretik, dan
antioksidan (Thuong et al., 2006).
Tumbuhan Apu-apu diduga memiliki potensi sebagai antibakteri, maka
dilakukan penetapan kadar flavonoid total dan uji aktivitas antibakteri herba apuapu terhadap Salmonella typhimurium. Penetapan kadar flavonoid total dilakukan
dengan metode spektrofotometri menggunakan AlCl3 pada panjang gelombang
433 nm. Pengujian antibakteri ekstrak etanol herba apu-apu dilakukan dengan
metode difusi cakram dengan kontrol positif kloramfenikol 30µg serta kontrol
negatif DMSO 10% sekaligus sebagai pelarut.
Data hasil uji difusi cakram berupa diameter zona hambat yang diukur
menggunakan jangka sorong, kemudian data dianalisis menggunakan one way
ANOVA dan dilanjutkan dengan LSD pada taraf kepercayaan 95%. Hasil
penelitian menunjukkan rendemen ekstrak kental yang diperoleh 12,5% b/b dan
kadar flavonoid total ekstrak etanol herba apu-apu adalah 0,353 ± 0,060 mg QE/g
ekstrak. Hasil pengujian aktivitas antibakteri metode difusi cakram menunjukkan
zona hambat pada konsentrasi 100 mg/mL sebesar 8,2 ± 0,1 mm, konsentrasi 200
mg/mL sebesar 9,2 ± 0,15 mm, konsentrasi 300 mg/mL sebesar 9,9 ± 0,4 mm dan
konsentrasi 400 mg/mL sebesar 11,2 ± 0,25 mm. Hasil uji one way ANOVA dan
LSD menunjukkan semua pasangan perlakuan ekstrak uji memiliki perbedaan
yang bermakna.
Aktivitas antibakteri ekstrak etanol herba apu-apu diduga terkait dengan
kandungan flavonoid yang merupakan senyawa dominan dalam tumbuhan ini.
Mekanisme antibakteri flavonoid adalah dengan membentuk kompleks dimana
dinding sel akan berikatan dengan adhesin. Terdapat kandungan metabolit
sekunder selain flavonoid yang diduga memiliki aktivitas antibakteri pada
tumbuhan ini, yaitu alkaloid dengan mekanisme kerja mengganggu peptidoglikan
pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel. | en_US |