STUDI PEMBENTUKAN CURRENCY AREA DI ASEAN-3
Abstract
Keinginan menjaga kestabilan kurs akibat goncangan dari luar merupakan salah satu
tujuan yang ingin dicapai oleh negara-negara ASEAN melalui pembentukan integrasi
ekonomi kawasan pasca krisis Asia 1997. Keberhasilan negara kesatuan Eropa dalam
pembentukan kawasan mata uang tunggal atau Euro Monetary Union (EMU) membawa
berbagai kontroversi dan harapan terkait implementasi dari kawasan mata uang tunggal
(currency area). Peluncuran mata uang tunggal Euro dan pengintegrasian ekonomi Uni
Eropa diharapkan dapat melindungi mata uang mereka terhadap serangan spekulasi pasar
keuangan. Beberapa dekade ini mata uang Euro telah berkembang menjadi sarana
hubungan moneter internasional yang sangat signifikan sehingga berhasil menjadi mata
uang nomor dua di dunia dan menjadi alternatif dari mata uang Dollar US. Perkembangan
lebih lanjut menimbulkan sebuah konsepsi bahwa Asia dapat mewujudkan sebuah mata
uang tunggal seperti Euro di kawasan Eropa.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis wacana penerapan mata uang tunggal
kawasan (currency area) yang akan diterapkan di wilayah ASEAN-3. Diharapkan dari hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi baik bagi praktisi, mahasiswa, maupun
masyarakat secara umum terkait kondisi makroekonomi diwilayah ASEAN-3 serta
penilaian terhadap wacana penerapan mata uang tunggal (currency area) di ASEAN-3.
Penelitian ini menggunakan salah satu kriteria Optimum Currency Area yang dipaparkan
oleh Mundell (1961) yaitu adanya shock yang simetris diantara negara kawasan sebagai
salah satu kriteria pengujian kelayakan pembentukan currency area dan pembentukan
currency area berdasarkan kriteria Maastricht (Maastricht Treaty). Sedangkan untuk
mendukung hasil pengujian deskriptif maka akan dilakukan pula pengujian kuantitatif
dengan menggunakan model dinamis Error Correction Model (ECM) untuk mengetahui
vi
vii
efek jangka pendek dan jangka panjang yaitu GDP dan Inflasi terhadap nilai tukar di negara
ASEAN-3.
Teori optimum currency area (OCA) mengharuskan suatu negara memenuhi
kriteria-kriteria tertentu. Salah satu pemenuhan kriteria tersebut adalah terjadinya shock
yang simetris diantara negara kawasan dan pemenuhan kriteria Maastricht. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan mata uang tunggal dinegara ASEAN-3 belum
menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis bahwa masih
terjadi divergensi tingkat pendapatan dan struktur ekonomi diantara negara ASEAN-3.
Untuk pemenuhan kriteria Maastricht negara ASEAN-3 masih belum memenuhi ketentuanketentuan
dalam kriteria yang ditetapkan antara lain besarnya tingkat suku bunga yang
tidak lebih dari 5,72%, tingkat inflasi yang berkisar 1,02%, persentase defisit fiskal
terhadap GDP sebesar 3%, dan utang pemerintah yang tidak lebih dari 60% terhadap
persentase GDP. Berdasarkan ketentuan tersebut hanya Malaysia yang hampir memenuhi
tiga dari empat kriteria yang harus dipenuhi, sedangkan Indonesia dan Filipina hanya
memenuhi satu dari empat kriteria yang telah ditetapkan. Pengujian tingkat integrasi
ekonomi dengan melihat pengaruh keterkaitan variabel GDP dan inflasi terhadap nilai tukar
masing-masing negara dalam jangka pendek dan jangka panjang di ASEAN-3 dengan
menggunakan model dinamis Error Correction Model menunjukkan bahwa terdapat respon
yang berbeda terhadap efek jangka pendek dan jangka panjang nilai tukar negara di
ASEAN-3 dan menunjukkan adanya shock yang asimetris di ASEAN-3. Dari paparan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa ASEAN-3 belum siap jika mereka akan melakukan
integrasi ekonomi melalui pembentukan currency area.