dc.description.abstract | Osteoartritis (OA) merupakan gangguan sendi kronis degeneratif yang mengakibatkan disintegrasi tulang rawan sendi disertai pertumbuhan tulang rawan baru yang menimbulkan rasa nyeri dan hilangnya kemampuan gerak (Berenbaum, 2013). Prevalensi penyakit sendi di Indonesia, berdasarkan diagnosis dokter sebesar 7,3 % untuk penduduk dengan usia ≥ 15 tahun (Banlitbankes RI, 2018). Rekomendasi Perhimpunan Rheumatologi Indonesia (2014) menyatakan natrium diklofenak dari golongan NSAID (Non-Steroidal Anti Inflammatory Drug) merupakan terapi terbanyak yang digunakan untuk mengatasi inflamasi, nyeri, gangguan muskokeletal dan osteoartritis (Tamarat dkk., 2018). Natrium diklofenak memiliki efek samping menimbulkan gangguan gastrointestinal hingga pendarahan (Alwi, 2014). Penggunaan secara per oral mampu mengakibatkan first pass metabolism di hati. Penggunaan secara intramuskular juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tempat injeksi (Probst dkk., 2017). Alternatif rute pemberian natrium diklofenak untuk meminimalkan efek samping yaitu melalui rute transdermal melalui sediaan nanoemulsi. Keuntungan dari rute ini adalah menghindari metabolisme hepatik, meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi resiko kerusakan jaringan, serta dapat dikendalikan jumlah pelepasan obat yang diinginkan (Kogan, 2006). Istilah nanoemulsi mengacu pada miniemulsi yang merupakan dispersi minyak dalam air atau sebaliknya yang distabilkan oleh molekul surfaktan (Nikam dkk., 2018). Sistem ini memiliki stabilitas yang sangat tinggi karena tegangan antarmuka rendah dan ukuran droplet yang sangat kecil. Sistem nanoemulsi terdiri dari beberapa komponen yaitu fase minyak, fase air, surfaktan dan kosurfaktan.
Fase minyak merupakan komponen utama dalam membentuk nanoemulsi. Sisak, dkk (2018) menyebutkan faktor pemilihan minyak bergantung pada kemampuan minyak dalam melarutkan bahan aktif. Kandidat minyak alam yang digunakan dalam
penelitian ini adalah minyak zaitun, adas, dan VCO (virgin coconut oil). Surfaktan menjadi kunci dalam pembuatan nanoemulsi karena memiliki bagian polar (hidrofilik) dan nonpolar (lipofilik). Surfaktan mampu diabsorpsi pada antarmuka air dan minyak sehingga menghasilkan suatu kestabilan dan ukuran droplet yang kecil. Penentuan surfaktan dapat dilakukan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan. Tween 80 merupakan surfaktan yang kompatibel terhadap minyak adas dan natrium diklofenak dalam membentuk nanoemulsi yang stabil dan berukuran nanometer (Pandey, 2011; Sugumar dkk., 2014; Fatmawati, 2018; Pebriani, 2018). Kosurfaktan merupakan komponen pendukung kinerja dari surfaktan. Kandidat kosurfaktan yang digunakan adalah etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (PEG) 400. Beberapa penelitian sering mengkombinasikan tween 80 dan PEG 400 dalam membentuk nanoemulsi karena PEG 400 merupakan kosurfaktan nonionik yang stabil, tidak iritatif, mudah dicampur dengan komponen lain dan efektif dalam rentang pH yang lebar (Baskara, 2017).
Pada penelitian ini dilakukan optimasi tween 80 dan PEG 400 terhadap respon entrapment efficiency, transmitan dan pH. Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial yang bertujuan untuk mendapatkan formula optimum dan selanjutnya di uji verifikasi dan dikarakterisasi meliputi bobot jenis, viskositas, uji tipe emulsi, ukuran droplet, distribusi ukuran droplet dan potensial zeta.
Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu tween 80, PEG 400, dan interaksinya mampu menurunkan entrapment efficiency nanoemulsi natrium diklofenak. Jumlah tween 80 dan interaksi antara tween 80 dan PEG 400 dapat meningkatkan transmitan secara signifikan. Jumlah tween 80 dan interaksi keduanya dapat meningkatkan nilai pH sedangkan jumlah PEG 400 memiliki efek menurunkan nilai pH. Formula optimum nanoemulsi natrium diklofenak memiliki bobot jenis 10,589 g/mL ± 0,0384; viskositas 4,620 mPa.s ± 0,214, memiliki ukuran droplet 6.6 nm, memiliki sistem monodisperse dengan nilai indeks polidispersitas sebesar 0,372 dan bertipe oil in water. | en_US |