Implementasi Pelayanan Farmasi Klinik Di Puskesmas Kabupaten Pasuruan
Abstract
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu bagian yang substansial dalam pelayanan kesehatan. Di puskemas, pelayanan kefarmasian berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 74 Tahun 2016. Salah satu kegiatan penting dalam pelayanan tersebut yaitu pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah memiliki kewenangan dan keahlian dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian. Kabupaten Pasuruan memiliki 33 puskesmas yang terdiri dari 15 puskesmas non rawat inap dan 18 puskesmas rawat inap yang tersebar di berbagai kecamatan, dimana beberapa puskesmas tidak memiliki TTK maupun apoteker sebagai tenaga kefarmasian. Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui gambaran dan evaluasi mutu pelayanan farmasi klinik serta ada tidaknya perbedaan pelayanan farmasi klinik antara puskesmas yang memiliki apoteker, tenaga teknis kefarmasian, dengan puskesmas yang tidak memiliki tenaga kefarmasian di puskesmas Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 puskesmas (total sampling). Data primer diperoleh dari daftar tilik yang telah diuji validitasnya dengan metode Dhelpi. Metode Dhelpi merupakan metode untuk meminta masukan atau saran dari ahli, dalam hal ini yaitu apoteker yang berada di luar wilayah penelitian. Data yang telah didapat akan dinilai dan diolah dalam tabel pengolahan data. Analisis data akan dilakukan secara deskriptif. Selain itu, data akan dianalisis dengan uji one-way anova atau dengan uji kruskal-wallis untuk mengetahui perbedaan pelayanan farmasi klinik antara puskesmas yang memiliki apoteker, tenaga teknis kefarmasian, dengan puskesmas yang tidak memiliki tenaga kefarmasian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan farmasi klinik di puskesmas Kabupaten Pasuruan dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan kurang. Kegiatan yang dikategorikan pelaksanaannya baik yaitu EPO, pengkajian dan pelayanan resep, dan PIO. Kegiatan lainnya dikategorikan kurang atau berjalan kurang optimal yaitu konseling, PTO, visite, dan MESO. Terdapat perbedaan pelayanan dilihat dari rata-rata skor yang diperoleh dimana pelayanan farmasi klinik yang paling baik yaitu di puskesmas dengan penanggung jawab seorang apoteker diikuti oleh TTK dan terakhir petugas non kefarmasian. Namun, dari uji analisis kruskal-wallis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan nilai signifikansi p=0.832 yang berarti nilai p lebih dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara puskesmas yang memiliki penanggung jawab apoteker, TTK, dengan puskesmas yang tidak memiliki tenaga kefarmasian di Kabupaten Pasuruan. Hal ini disebabkan apoteker lebih disibukkan dengan kegiatan lain seperti pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai serta administrasi sehingga kegiatan pelayanan dilakukan oleh TTK atau petugas non kefarmasian yang mengakibatkan perbedaaan tidak dapat terlihat. Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian yang dilakukan adalah review penggunaan obat dan survei kepuasan pelanggan. Selain itu terdapat indikator mutu layanan pada masing-masing puskesmas
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]