Kloning Internal Transcribed Spacer 2 (its2) Pada pta2 Sebagai Dasar Identifikasi Vektor Malaria Anopheles Vagus
Abstract
Identifikasi merupakan salah satu tahapan penting dalam mempelajari karakteristik suatu makhluk hidup yang dapat dilakukan secara morfologi maupun molekuler. Secara konvensional, identifikasi spesies dapat dilakukan melalui pendekatan morfologi (Chan et al., 2014). Terdapat beberapa kekurangan dalam identifikasi secara morfologi seperti membutuhkan waktu yang relatif lama serta kesulitan untuk membedakan spesies yang mirip (Jinbo et al., 2011). Selain secara konvensional, dalam mengidentifikasi spesies dapat dilakukan melalui pendekatan molekuler. Metode molekuler merupakan metode yang menjanjikan dan lebih cepat untuk proses identifikasi. Metode ini didasarkan pada profil genetik rangkaian basa nukleotida dari DNA sehingga muncullah suatu teknik yang dikenal sebagai DNA barcoding (Hebert et al., 2003).
DNA barcoding merupakan teknik pendekatan secara molekuler yang dapat digunakan untuk identifikasi spesies. Teknik ini didasarkan pada sekuen pendek dari DNA yang memiliki variasi rendah pada intra-spesies dan memiliki variasi tinggi inter-spesies (Batovska et al., 2016). Teknik DNA Barcoding menggunakan sekuen pendek DNA sebagai genetic marker (penanda genetik) untuk identifikasi spesies, hal ini didasarkan adanya konsep bahwa terdapat diversitas genetik yang unik pada setiap spesies (Chan et al., 2014; Hebert et al., 2003). Beberapa penanda genetik yang sering digunakan dalam teknik DNA barcoding antara lain Cytochrome Oxidase 1 (CO1) (Shen et al., 2013), 12S rRNA (Vences et al., 2005), Nicotinamide Adenine Dinucleotide Dehydrogenase (Rach et al., 2008), serta salah satu penanda genetik yang sering digunakan yaitu Internal Transcribed Spacer Sub Unit 2 (ITS2) (Merget et al., 2012).
Internal Ttranscribed Spacer Sub Unit 2 (ITS2) telah digunakan sebagai penanda genetik selama lebih dari dua dekade. Penelitian mengenai ITS2 terfokus pada urutan ITS2 yang sangat bervariasi, kombinasi dari urutan ITS2 dan struktur sekundernya yang terkonservasi memungkinkan analisis filogenetik pada beberapa
2
tingkatan taksonomi termasuk penentuan spesies (Merget et al., 2012). Analisis menggunakan ITS2 telah berhasil dilakukan oleh Yao (2010) dengan tingkat keberhasilan identifikasi pada tumbuhan dan hewan di level genus mencapai 97%, sedangkan pada hewan di level spesies mencapai 91,7%. Aplikasi ITS2 juga digunakan untuk mengidentifikasi beberapa kelompok serangga seperti famili Charipidae dari ordo Hymenoptera (Van Veen et al., 2003), famili Eurytomidae (Li et al., 2010), serta banyak digunakan dalam identifikasi serangga ordo Diptera (Sum et al., 2014; Chan et al., 2014). Salah satu anggota dari ordo Diptera yaitu famili Culicidae yang merupakan kelompok nyamuk dengan spesies yang sangat bervariasi. Anggota dari famili Culicidae salah satunya adalah genus Anopheles (Reid, 1968).
Penemuan Anopheles sebagai vektor eksklusif untuk penularan malaria pada manusia telah banyak dipelajari. Salah satu spesies yang merupakan vektor malaria adalah Anopheles vagus yang pernah ditemukan positif sporozoit Plasmodium di Sukabumi Jawa Barat (Stoop, et al., 2009). An. vagus juga ditemukan dengan kepadatan tinggi di wilayah endemik malaria (Boewono dan Ristiyanto, 2005). Dalam program pengendalian malaria, nyamuk Anopheles diketahui memiliki kemampuan mutasi yang tinggi (Stump et al., 2005; Pinto et al., 2007; Boakye et al., 2009). Selain itu, adanya isolasi geografis seperti gunung dan laut menyebabkan munculnya variasi (Krzywinski dan Besanky, 2003), sehingga mencegah pertukaran genetik antara Anopheles pada spesies yang sama dari lokasi atau negara yang berbeda. Sehingga dari peristiwa-peristiwa tersebut mendorong munculnya fenomena spesiasi serta munculnya karakteristik biologis yang berbeda dari induknya (Mirabello dan Con, 2006: Kamali et al., 2012). Adanya fenomena spesiasi mengakibatkan meningkatnya variasi dan kompleksitas spesies Anopheles, misalnya adanya sibling species yang cukup sulit diidentifikasi menggunakan metode konvensional.
Identifikasi vektor penyakit sangat penting dilakukan untuk strategi pengendalian vektor secara tepat (Batovska et al., 2015). Selain identifikasi secara morfologi, identifikasi molekuler juga perlu dilakukan. Meski sudah lama diketahui bahwa beberapa anggota Anopheles adalah vektor penting malaria, adanya sibling
species terbukti sulit dibedakan dengan identifikasi secara morfologi (Coluzzi, 1970). Kesulitan ini memicu pengembangan metode molekuler untuk identifikasi spesies. Dalam identifikasi secara molekuler diperlukan suatu penanda yang dapat digunakan untuk membedakan antar spesies, salah satu penanda genetik yang dapat digunakan adalah Internal Transcribed Spacer Sub Unit 2 (ITS2). ITS2 dianggap sebagai salah satu kandidat DNA barcoding karena memiliki karakteristiknya yang unik, termasuk wilayah yang terkonservasi, mudah diamplifikasi, dan memiliki variabilitas yang dapat digunakan untuk membedakan spesies bahkan spesies yang terkait erat (Yao et al., 2010). Dalam pendekatan secara molekuler, terdapat beberapa kesulitan ketika proses sekuensing (pembacaan urutan basa nukleotida) yaitu terdapat beberapa urutan basa nukleotida yang tidak terbaca, sehingga terdapat beberapa basa nukleotida yang kosong, maka diperlukan pengembangan lebih lanjut. Dalam penelitian ini, sekuen ITS2 dikonstruksikan dengan vektor pTA2 untuk mengetahui rangkaian basa nukleotida secara utuh (full length) dan seluruh urutannya dapat terbaca sehingga diharapkan mendapatkan profil genetik dari sekuen ITS2 yang lebih akurat.