dc.description.abstract | Ritual Perang Bangkat secara sederhana dapat diartikan sebagai ritual
upacara menghantarkan kedua pasangan pengantin ke dalam kehidupan berumah
tangga. Secara analitis kata Perang diambil dari kata berperang sedangkan
Bangkat diambil dari kata Blangkep yang artinya bersama sama, jadi Perang
Bangkat adalah berperang menghilangkan sifat ego dan kekanak-kanakan dalam
diri masing-masing antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani kehidupan
berumah tangga. Dilaksanakannya ritual Perang Bangkat ini dilakukan apabila
ingin menikahkan anak kemunjilan (anak bungsu) dengan sesama kemunjilan atau
sebagainya.
Tradisi ritual Perang Bangkat ini juga syarat akan wejangan-wejangan
(nasihat) dari para dalang/ tetua adat. Wejangan tersebut tersirat pada setiap
pelaksanaan prosesi yang sedang berlangsung dan beberapa sesaji yang telah
ditentukan. Adapun sesaji tersebut berupa : Ponjen, Cengkalangan, kromongan/
polo pecah (alat dapur), kendi, rempah-rempah dan tumbuh-tumbuhan pertanian
yang di utamakan padi dan tebu, peras pikul,bantal kloso, wanci kinangan, rokok,
telur beserta pitik angrem, petarangan, sapu korek, sewur, tali lawe,dan uang
logam. Dari segi waktunya prosesi ritual perang bangkat ini dilaksanakan pada
saat surub (senja) setelah terlebih dahulu dilaksanakan prosesi akad nikah di
siang/ pagi hari. Penelitian ini memiliki empat rumusan masalah didalamnya,
yaitu 1) wujud mitos dalam ritual Perang Bangkat masyarakat Using
Banyuwangi, 2) nilai budaya yang berkaitan dengan mitos dalam ritual Perang
Bangkat masyarakat Using Banyuwangi, 3) fungsi mitos dalam ritual Perang
Bangkat tradisi pernikahan masyarakat Using Banyuwangi, dan 4) pemanfaatan
mitos dalam ritual Perang Bangkat masyarakat Using Banyuwangi sebagai materi
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA | en_US |