Pengikatan Jaminan Kebendaan dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah
Abstract
Sebagai lembaga intermediary keuangan, bank syari’ah memiliki kegiatan
utama berupa penghimpunan dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk giro, tabungan,
dan deposito yang menggunakan prinsip wadi’ah yand dlamanah (titipan), dan
mudharabah (investasi bagi hasil). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skim, seperti skim jual beli/alba’i
(murabahah, salam, dan istishna), sewa (ijarah), dan bagi hasil (musyarakah
dan mudharabah), serta produk pelengkap, yakni fee based service, seperti hiwalah
(alih utang piutang), rahn (gadai), qard (utang piutang), wakalah (perwakilan,
agency), kafalah (garansi bank). Untuk menjaga kepercayaan masyarakat tersebut,
bank harus melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential). Berdasarkan prinsip
tersebut, bank syari’ah menerapkan sistem analisis yang ketat dalam penyaluran
dananya melalui pembiayaan, di antaranya dengan mempersyaratkan adanya jaminan
bagi pihak nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan, termasuk pembiayaan
yang menggunakan skim mudharabah. Mudharabah sebagai akad kerjasama antara
dua pihak yaitu pihak pertama (malik, shahib al-mal, Lembaga Keuangan Syariah)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Berdasarkan beberapa hal tersebut di
atas penulis menidentifikasikan beberapa rumusan masalah antara lain : (1) Apa
prinsip-prinsip pengikatan yang terdapat pada jaminan kebendaan dalam pembiayaan
mudharabah ; (2) Apa bentuk pengikatan terhadap jaminan kebendaan dalam
pembiayaan mudharabah ; dan (3) Bagaimanakah konsep pengaturan ke depan
dalam pengikatan terhadap jaminan kebendaan pada pembiayaan mudharabah. Tipe
penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah tipe penelitian yuridis
normatif. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam
penelitian tesis ini menggunakan dua macam pendekatan, yakni pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual
approarch). Dalam pengumpulan bahan hukum ini penulis menggunakan metode
atau cara dengan mengklasifikasikan, mengkategorisasikan dan menginventarisasi
bahan-bahan hukum yang dipakai dalam menganalisis dan memecahkan
permasalahan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, yang menguraikan secara sistematis tentang teori
dan pengertian-pengertian yuridis yang relevan dalam penulisan tesis ini. Bab 3
adalah kerangka konseptual yang menguraikan bagan terkait permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini. Dalam bab 4 disebutkan hasil kajian yang diperoleh
bahwa : Pertama, Prinsip-prinsip pengikatan yang terdapat pada jaminan kebendaan
dalam pembiayaan mudharabah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kehati-hatian
(prudential principle) dengan menggunakan al-aqd at-tabi` (perjanjian tambahan).
Akad mudharabah menimbulkan hak dan kewajiban bagi bank syari`ah dan
mudharib, mengingat akad pembiayaan ini memiliki resiko tinggi, sehingga bank
syari`ah harus melaksanakan prinsip-prinsip kehati-hatian (prudential principle).
Perjanjian jaminan dalam perbankan syariah merupakan al-aqd at-tabi` (perjanjian
tambahan) mengingat pembiayaan mudharabah beresiko tinggi, maka diperbolehkan
diikuti dengan perjanjian jaminan sebagaimana disebutkan dalam Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
Nomor 6 Tahun 2000 dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 115/DSNMUI/
IX/Tahun 2017 Tentang Akad Mudharabah. Terkait demikian dapat
dikemukakan bahwa prinsip pengikatan terhadap jaminan kebendaan dalam
pembiayaan mudharabah. Kedua, Bentuk pengikatan terhadap jaminan kebendaan
dalam pembiayaan mudharabah dapat berupa gadai, hak tanggungan, fidusa, dan resi
gudang. Jaminan berfungsi sebagai salah satu langkah untuk melindungi dana
masyarakat agar tidak hilang begitu saja akibat keteledoran dari mudharib. Ini
merupakan suatu prinsip kehati-hatian yang diharuskan oleh manajemen dalam
pembiayaan. Bagi nasabah, jaminan berfungsi sebagai cerminan rasa tanggung-jawab
atas usaha yang dibiayaai oleh Perbankan Syariah sehingga diharapkan dapat
menjalankan usahanya dengan keseriusan. Ketiga, Konsep pengaturan ke depan
dalam pengikatan terhadap jaminan kebendaan pada pembiayaan mudharabah yaitu
perlu ditingkatkan lagi kemampuan pihak bank dalam mengoperasionalisasikan
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, khususnya pembiayaan mudharabah
dengan jaminan kebendaan. Selain itu perlu adanya suatu peraturan perundang–
undangan khusus bagi jaminan pada perbankan syari’ah, yang mampu menjadi
payung tunggal bagi kegiatan perbankan syari’ah di Indonesia. Mengingat selama ini
undang–undang yang ada masih bercampur menjadi satu dengan perbankan
konvensional, dan hal ini menjadikan perbankan syari’ah belum terlalu bebas
mengembangkan kemampuan dan pemikiran terkait dengan produk–produk
perbankan syari’ah.
Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain :
Kepada pemerintah hendaknya melakukan modifikasi dalam bidang muamalah
sangat dimungkin kan asalkan sesuai dengan maqasid asy-syariah yang berisi
maksud atau tujuan dari disyariatkan hal tersebut. Guna mencapai tujuan itu, syariat
Islam ada yang bersifat dinamis dalam artian dapat berubah sesuai kebutuhan.
Ketentuan tentang muamalah khususnya yang menyangkut masalah perbankan
kemungkinan untuk diijtihadkan sesuai kebutuhan zaman. Kepada Bank syariah
hendaknya tidak hanya dituntut untuk menghasilkan keuntungan melalui setiap
transaksi komersial saja, tetapi juga dituntut untuk mengimplementasikan nilai-nilai
syariah yang sesuai dengan Al Qur’an dan eksistensi bank syariah tidak bisa terlepas
dari ketentuan perbankan pada umumnya seperti ketentuan tentang prinsip kehatihatian,
rahasia bank dan lembaga jaminan. Konsep Hypotek, hak tanggungan,
fiducia, resi gudang, dan gadai, telah tercakup dalam rahn. Bank syariah seharusnya
menerapkan lembaga jaminan rahn saja sebagai salah satu lembaga jaminan
disamping kafalah. Prinsip Kaffah juga harus diterapkan pada kembaga penyelesaian
sengketa. Kepada nasabah pembiayaan mudharabah, hendaknya dapat memahami
dengan penyertaan jaminan, Perbankan Syariah bukanlah dalam rangka mencari
keuntungan dengan menjual aset jaminan. Pengadaan jaminan disertakan demi
kebaikan bersama. Nasabah juga diharapkan menghindari moral yang negatif dalam
menjalankan kerja-sama mengingat dana yang dikeluarkan untuk nasabah bukanlah
dana Lembaga Keuangan Syariah pribadi.
Collections
- MT-Science of Law [333]