Karakteristik Pembakaran Difusi Biosolar dengan Penambahan Biodiesel Minyak Jelantah
Abstract
Biofuel merupakan salah satu pemanfaatan energi terbarukan berupa bahan bakar untuk mengurangi peningkatan konsumsi energi fosil di Indonesia. Biodiesel adalah salah satu biofuel yang ramah lingkungan serta dapat menggantikan kebutuhan bahan bakar solar industri yang semakin meningkat seiring meningkatnya kemajuan teknologi dan Industri di di Indonesia. Minyak
jelantah adalah salah satu bahan baku yang berpotensi sebagai bahan pembuatan biodiesel karena mengandung trigliserida, bersifat limbah, mudah didapatkan dan bukan merupakan kebutuhan pangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu biodiesel minyak jelantah yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) agar bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar solar industri di Indonesia serta untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada pembakaran difusi solar dengan penambahan biodiesel minyak jelantah. Fenomena yang diteliti adalah tinggi dan sudut nyala api, kecepatan pembakaran, dan distribusi temperatur nyala api difusi dari masing–masing komposisi bahan bakar B0 (100% biosolar), B10 (90% biosolar, 10% biodiesel), B20 (80% biosolar, 20% biodiesel), B30 (70% biosolar, 30% biodiesel) dan B100 (100% biodiesel). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental pembakaran difusi pada mini glasstube dengan 3 variasi debit yaitu 2 ml/h, 4 ml/h dan 6 ml/h. Alat utama yang digunakan adalah termokopel untuk menangkap temperatur api dan kamera untuk mengambil gambar visual nyala api. Distribusi temperatur diteliti pada 4 titik zona api yang ditangkap termokopel. Pengambilan gambar visual digunakan sebagai data tinggi dan sudut nyala api yang diukur menggunakan software imageJ yang kemudian dilakukan perhitungan untuk menentukan kecepatan pembakaran.
Hasil dari penelitian ini adalah semakin besar kandungan biodiesel dalam campuran bahan bakar semakin tinggi nyala api yang dihasilkan, hal tersebut juga berbanding lurus dengan meningkatnya debit bahan bakar dimana api tertinggi adalah sebesar 5,488 cm pada debit 6 ml/h. Tinggi nyala api berbanding terbalik dengan sudut nyala api, semakin bertambahnya biodiesel dalam komposisi bahan bakar semakin kecil sudut yang dihasilkan pada debit yang sama dan semakin besar debit bahan bakar semakin kecil sudut yang dihasilkan yaitu senilai 4,075o pada debit 6 ml/h dan sudut terbesar berada pada debit 2 ml/h sebesar 19,522o.
Semakin besar kandungan biodiesel dalam campuran bahan bakar, semakin rendah kecepatan pembakaran yang dihasilkan pada debit yang sama, dan semakin meningkatnya debit aliran bahan bakar, kecepatan pembakaran semakin menurun pada suhu heater yang konstan. Kecepatan pembakaran tersebesar adalah pada biosolar senilai 17,7991 m/hr pada debit 2 ml/h. Zona temperatur dengan suhu rata – rata paling tinggi adalah titik 2 yang terletak pada bagian tengah nyala api (reaction zone) sebesar 812,32oC pada biodiesel debit 4 ml/h. Temperatur nyala api berbanding lurus dengan nilai kalor dan kestabila nyala api. Total distribusi temperatur nyala api rata – rata tertinggi untuk campuran bahan bakar adalah B10 sebesar 445,685oC pada debit 6 ml/h dan temperatur terendah adalah B30 sebesar 288,615oC pada debit 4 ml/h.
Collections
- UT-Faculty of Engineering [4096]