Kualitas Bakteriologis Air Minum dalam Kemasan Produk Lokal Kabupaten Jember
Abstract
Sumber air sebagai pendukung sumber air minum juga banyak tercemar. Sumber air minum di negara-negara berkembang banyak yang menggunakan air sumur, air pipa dan mata air. Diperkirakan sebanyak 35 persen sumber air di Asia Tenggara terkontaminasi bakteri berbahaya. Sumber air minum tersebut terbukti banyak terkontaminasi oleh bakteri yang berasal dari feses seperti E. coli, Salmonella, Pseudomonas, dan bakteri-bakteri thermotoleran. Kontaminasi bakteri pada sumber air mengakibatkan perlu adanya pengolahan lebih lanjut untuk menjadikan air dari sumber air tersebut dapat dikonsumsi dengan layak.
Salah satu jenis air minum yang telah diproses adalah air minum dalam kemasan (AMDK). Konsumsi AMDK di Indonesia dari tahun ketahun terus mengalami pertumbuhan, sehingga peraturan pemerintah mengenai pembuatan AMDK sangat ketat. Standar pemerintah, keamanan dan kualitas air AMDK di Indonesia masih perlu dipertanyakan. Penelitian air minum dalam kemasan di Indonesia yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap 21 merek AMDK yang beredar dipasaran, 11 diantara terbukti bermasalah dari 11 produk tersebut, sembilan produk AMDK mengandung koloni bakteri mendekati ambang batas yang telah ditentukan, sedangkan dua lainnya melebihi ambang batas yang telah ditentukan.
Pengukuran kualitas AMDK yang baik diukur dengan adanya jumlah kandungan koloni bakteri yang ada pada sampel AMDK. Sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah AMDK merek lokal yang diambil menggunakan metode total sampling. Kabupaten Jember memiliki tiga merek AMDK yang mempunyai ijin dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) yang akan menjadi objek dari penelitian ini. Pada masing-masing merek dilakukan tiga kali pengujian untuk menghindari bias. Pengukuran koloni bakteri pada penelitian ini dihitung berdasarkan metode Most Probable Number (MPN) yang dimulai dari tes penduga 2 x 24 jam, yaitu metode tabung majemuk (multiple tube methode) yang kemudian difiksasi kedalam media LB (Lactose Broth). Selanjutnya dilakukan inokulasi bakteri dari tabung yang dinyatakan positif ke media EMB Agar. Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah bakteri pada tes penduga yang positif adalah E.coli atau bakteri lain.
Hasil Uji Praduga yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada merek A dengan indeks 3 sampel dengan 21 bakteri per 10ml pada hari pertama dan 11 sampel dengan 28 bakteri per 10ml pada hari kedua. Hal ini menunjukkan adanya bakteri coliform sedangkan pada Uji EMB tidak terbentuk Metalic Sheen melainkan terdapat koloni kecil dan gelap. Sama halnya dengan merek A, pada merek B didapatkan hasil dengan indeks 0 sampel dengan 3 bakteri per 10ml pada hari pertama dan 3 sampai dengan 21 bakteri per 10ml pada hari kedua. Hal ini menunjukkan adanya bakteri coliform sedangkan pada Uji EMB tidak terbentuk Metalic Sheen melainkan terdapat koloni kecil dan gelap. Sama halnya dengan merek A dan B, pada merek C didapatkan hasil dengan indeks 15 sampai dengan 39 bakteri per 10ml pada hari pertama dan 20 sampai dengan 450 bakteri per 10ml pada hari kedua. Hal ini menunjukkan adanya bakteri coliform sedangkan pada Uji EMB tidak terbentuk Metalic Sheen melainkan terdapat koloni kecil dan gelap. Kesimpulan pada penelitian ini adalah kualitas bakteriologis ketiga merek AMDK lokal Jember tidak layak dikonsumsi karena mengandung bakteri coliform namun tidak ditemukan adanya E.coli didalamnya.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]