dc.description.abstract | Rumusan tindak pidana di bidang cukai adalah gambaran betapa seriusnya tindak pidana di bidang cukai. Perkembangan yang terjadi di dalam era millennium ini sebagian besar masyarakat berkedudukan sebagai konsumen, khususnya dalam hal mengkomsumsi kebutuhan-kebutuhan berbagai jenis produk makanan, minuman, kesehatan, perbankan dan lain sebagainya.
Efektifitas dari besarnya kebutuhan tersebut memberikan akibat secara langsung terhadap perkembangan sektor produksi. Salah satu sektor produksi yang sangat besar dalam menunjang sektor pendapatan negara adalah sektor rokok tersebut. Adapun sumber pemasukan pendapatan negara melalui sektor industri rokok ini adalah didapatkan dari wajib cukai atas rokok itu sendiri, maupun pajak atas usaha industri rokok tersebut. Kondisi dari besarnya pasar rokok di Indonesia dan juga sisi pemupukan pendapatan negara dari cukai rokok ini memberikan akibat langsung kepada konsumen rokok, sehingga banyak aspek yang sangat terkait dalam hal ruang lingkup rokok sebagai suatu produk, yang salah satunya adalah perihal terbukanya peluang untuk memupuk pendapatan secara melawan hukum bagi beberapa orang yang dengan cara memalsukan pita cukai rokok atau bahkan memproduksi rokok tanpa cukai. Pasal 56 UU Cukai mengatur bahwasannya memiliki rokok tanpa cukai dapat dipidana, hal ini yang menurut penulis sangat tidak efektif dan efisien, dikarenakan konsumen/ masyarakat juga dapat memiliki rokok tanpa cukai dengan jumlah kerugian negara yang sangat
kecil sehingga tidak relevan apabila kerugian negara yang sangat kecil tersebut harus dilakukan proses peradilan pidana yang panjang dan memakan biaya tinggi. Penerapan UU Cukai tidak akan mudah diterapkan, hal ini dapat dilihat bahwa dalam undang-undang ini tidak mengatur batasan-batasan tentang tingkat kerugian negara yang bisa diselesaikan melalui mediasi penal sehingga berapapun tingkat kerugian yang ditimbulkan akan selalu diproses sesuai dengan sistem peradilan yang ada dan hal ini akan sangat berlawanan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan memahami mediasi penal dari perspektif perundang-undangan serta penerapannya dalam penyelesaian tindak pidana kepemilikan rokok tanpa cukai dan untuk memberikan sumbangsih kepada penegak hukum dalam menyelesaikan perkara kepemilikan rokok tanpa cukai melalui mediasi penal sebagai wujud pembaharuan hukum pidana. Tipe penilitian yang digunakan dalam tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti Undang-undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan. Tipe pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach).
Mediasi penal dapat diterapkan dalam penangangan tindak pidana kepemilikan rokok tanpa cukai dengan memperhatikan mengenai batasan kerugian negara yang ditimbulkan. Pengaturan batasan dalam hal penentuan kerugian negara terhadap penjatuhan sanksi pidana dalam UU Cukai diharap memperhatikan tentang biaya dan manfaat yang akan timbul akibat diberlakukannya peraturan tersebut, sehingga penerapan sanksi terhadap tindak pidana kepemilikan rokok tanpa cukai bisa terlaksana dengan baik dan adil. Selain hal tersebut, perlu diperhatikan pula mengenai asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan yang nantinya akan menjadi dasar untuk bisa dilaksanakannya konsep mediasi penal dalam hal tindak pidana kepemilikan rokok tanpa cukai. Mediasi penal merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki Sistem Peradilan Pidana agar lebih efektif dan efisien. Konsep mediasi penal harus dapat diterapkan dalam sistem peradilan pidana Indonesia saat ini. Konsep mediasi penal akan tepat
diterapkan dalam UU Cukai karena konsep mediasi penal merupakan salah satu terobosan dalam rangka penyelesaian tindak pidana kepemilikan rokok tanpa cukai. Mediasi Penal sebagai upaya dalam rangka pembaharuan hukum pidana di Indonesia hendaknya diatur secara terpadu, dan diperlukan jenis pidana yang dapat mengkompromikan atau memanfaatkan segi-segi positif (sebaliknya juga berarti, menghindari segi-segi negatif) dari pidana penjara disatu sisi dan pidana pengawasan disisi yang lain, mengkompromikan “pidana” dengan “tindakan” agar dapat membawa keadilan merata yang berbasis nilai-nilai keseimbangan.
UU Cukai yang mengatur tentang tindak pidana, terutama tindak pidana kepemilikan rokok tanpa cukai, seharusnya perlu dituangkan secara terperinci mengenai batasan jumlah kerugian yang ditimbulkan terhadap besaran sanksi yang akan dijatuhkan terhadap pelaku kepemilikan rokok tanpa cukai sehingga sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut dapat efektif dan efisien. Kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana melalui upaya mediasi penal merupakan cerminan dari keadilan restorative, oleh karenanya itu sudah saatnya pemerintah merespon kenyataan tersebut dengan penyusunan ketentuan perundang-undangan, seperti yang telah ada di bidang Perdata yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. | en_US |