Prinsip Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia
Abstract
Kemajuan dalam bidang teknologi juga mendorong kemajuan dalam bidang transportasi yang semakin pesat. Kemajuan yang semakin pesat tersebut mengharuskan adanya suatu aturan yang mengatur mengenai lalu lintas. Pengaturan tersebut bertujuan untuk terciptanya keadaan yang tertib dalam berlalu lintas. Pengaturan mengenai berlalu lintas tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2009) (selanjutnya disebut UU LAJ). Adanya UU LAJ yang kenyataannya tidak membuat pengguna jalan sadar akan keselamatan diri sendiri dan/atau orang lain. Pasal 1 angka 24 UU LAJ memuat pengertian mengenai kecelakaan lalu lintas, suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Pasal 229 ayat (1) UU LAJ memuat 3 (tiga) golongan kecelakaan lalu lintas, yaitu kecelakaan lalu lintas ringan, kecelakaan lalu lintas sedang, kecelakaan lalu lintas berat. Perkara kecelakaan lalu lintas diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU LAJ, Hal tersebut terdapat dalam Pasal 230 UU LAJ, namun demikian, sering terjadi ambiguitas dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas. Penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas ada yang diselesaikan melalui proses peradilan dan ada pula yang diselesaikan tanpa melalui proses hukum dengan alasan kedua belah pihak telah berdamai. Penelitian mengenai penyelesaian kasus kecelakaan lalu linas menggunakan 2 (dua) kasus sebagai bahan kajian, yaitu Putusan Nomor: 13/ Pid.B/ 2016.PN Sit (Lalu Lintas) dan Putusan Nomor: 196/ Pid.Sus/ 2017/ PN.Sit. Berdasarkan contoh kasus di atas yang merupakan kasus kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia. Pada kasus di atas pelaku telah memenuhi kewajibannya sebagai orang yang telah menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia dengan cara memberikan uang duka kepada keluarga korban. Pada hukum positif Indonesia, meskipun terdakwa telah memberikan uang duka kepada keluarga korban (damai) ternyata tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 235 UU LAJ Umum. Hal tersebut membuat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) masih ragu jika terjadi kasus kecelakaan lalu lintas yang berdamai dikarenakan tidak terdapat payung hukum yang mengatur mengenai penghentian perkara kecelakaan lalu lintas. Penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia seharusnya dapat dilakukan menggunakan pendekatan restorative justice dengan mempertimbangkan proses perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang dibahas ada 2 (dua), yaitu: pertama, bagaimanakah prinsip restorative justice dapat diterapkan pada kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggal dunia?, kedua, bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana yang ideal terhadap penerapan prinsip restorative justice dalam penanganan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggal dunia?.
Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approach), dan pendekatan kasus (Case Approach). Bahan sumber hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisisi mengenai penangan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggal dunia dengan menggunakan prinsip restorative justice dan untuk mengkaji serta menganalisis kebijakan formulasi hukum pidana yang ideal terhadap penerapan prinsip restorative justice dalam penanganan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggal dunia. Hasil kajian yang diperileh bahwa: Pertama, Penggunaan prinsip restorative justice hanya dapat dilakukan apabila pelaku kecelakaan lalu lintas dalam keadaan sehat dan tidak terkontaminasi minuman keras atau obat-obatan terlarang. Selain itu, penggunaan prinsip restorative justice pada kecelakaan lalu linta yang mengakibatkan korban meninggal dunia hanya dapat dilakukan apabila telah terjadi perdamaian antara kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak tidak menghendaki terjadinya perdamaian, maka proses penyelesaian tindak pidana kecelakaan lalu lintas berat diselesailan dengan acara biasa. Kedua, Penggunaan prinsip ressorative justice pada tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggal dunia perlu untuk diatur dalam perundang-udangan Indonesia. oleh karena itu terdapat beberapa alternatif kebijakan formulasi terhadap UU LAJ, yaitu dengan menambahkan atau menyisipkan beberapa pasal dalam UU LAJ. Pasal tersebut berisi beberapa ayat yaitu: Ayat pertama berisi mengenai penyelesaian tindak pidana kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan prinsip restorative justice baik pada kecelakaan lalu lintas ringan, kecelakaan lalu lintas berat, maupun kecelakaan lalu lintas berat bahkan yang mengakibatkan meninggal dunia. Ayat kedua berisi mengenai bahwa setiap perkara yang menggunakan prinsip restorative justice harus melakukan registrasi terlebih dahulu. Ayat ketiga berisi mengenai apa yang selanjutnya dilakukan apabila telah terjadi kesepakatan damai antar pihak yenag terlibat, seperti “apabila telah terjadi kesepakatan damai antara pihak yang terlibat, maka dibuatkan surat kesepakatan damai oleh penyidik, dan kemudian surat kesepakatan damai tersebut diarsipkan dan dilampirkan dalam berkas registrasi perkara. Dengan penambahan pasal dalam UU LAJ maka setiap kasus tindak pidana kecelakan lalu lintas yang telah terjadi kesepakatan damai telah memiliki payung hukum.
Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, antara lain: Pertama, Hukum positif Indonesia saat ini yang mengatur mengenai kecelakaan lalu lintas yaitu UU LAJ masih mempunyai keterbatasan dalam hal penyelesaian tindak pidana kecelakaan lalu lintas, sehingga perlu adanya suatu pembaharuan terhadap UU LAJ. Perlu segera dibahas dan direalisasikan mengenai kebijakan formulasi terhadap UU LAJ dengan menambahkan pasal mengenai penerapan prinsip restorative justice Sehingga para penegak hukum tidak ragu lagi untuk menghentikan kasus tindak pidana kecelakaan lalu lintas berat apabila telah terjadi kesepakatan damai antar pihak yang terlibat
Collections
- MT-Science of Law [333]