Analisis Miskonsepsi Siswa dalam Menyelesaikan Permasalahan Persamaan Kuadrat Satu Variabel Ditinjau dari Perbedaan Gender
Abstract
Matematika adalah mata pelajaran yang sangat penting dan memiliki manfaat besar dalam kehidupan, namun pada kenyataannya matematika masih kurang diminati oleh siswa. Matematika masih dianggap sulit, membosankan, dan abstrak. Salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah adalah aljabar yang merupakan materi yang sangat penting. Soal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu soal cerita yang diangkat dari kehidupan sehari-hari (permasalahan kontekstual) yang berkaitan dengan materi aljabar yaitu persamaan kuadrat satu variabel.
Siswa dikatakan mengalami miskonsepsi apabila kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa itu berulang dan setelah digali lebih dalam siswa itu mengalami kesalahpahaman terhadap konsep yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Perbedaan gender yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin. Siswa laki-laki dan siswa perempuan sebagai subjek penelitian, yaitu siswa kelas X IPA SMA Argopuro Panti yang tediri dari 33 siswa, 12 siswa laki-laki dan 21 siswa .
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan permasalahan persamaan kuadrat satu variabel ditinjau dari perbedaan gender dan memberikan rekomendasi bagi guru untuk mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode dokumentasi, tes dan wawancara. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan tes soal permasalahan persamaan kuadrat satu variabel kepada seluruh siswa satu kelas, namun untuk wawancaranya diambil beberapa siswa secara acak masing-masing 3 siswa dari tiap gender yang dimungkinkan mengalami miskonsepsi.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, terdapat beberapa jenis miskonsepsi yang dialami siswa. Terdapat beberapa miskonsepsi yang dialami siswa yaitu miskonsepsi notasi, miskonsepsi akar kuadrat, miskonsepsi hukum kanselasi dan atau aturan identitas perkalian, miskonsepsi perbandingan panjang sisi, dan miskonsepsi bangun ruang. Berdasarkan dari 3 subjek tiap gender dapat disimpulkan bahwa siswa laki-laki lebih banyak mengalami miskonsepsi pada tahapan menjalankan rencana yaitu miskonsepsi hukum kanselasi dan atau aturan identitas perkalian, miskonsepsi perbandingan panjang sisi, miskonsepsi bangun ruang, dan miskonsepsi notasi, sedangkan siswa perempuan lebih banyak mengalami miskonsepsi pada tahapan melihat kembali yaitu miskonsepsi akar kuadrat, miskonsepsi perbandingan panjang sisi, miskonsepsi bangun ruang. Miskonsepsi yang terjadi pada kedua gender yaitu miskonsepsi notasi, miskonsepsi perbandingan panjang sisi dan miskonsepsi bangun ruang.
Miskonsepsi harus segera diatasi agar tidak memberikan dampak yang berkelanjutan kepada siswa, karena akan berakibat pada hasil belajar siswa yang tidak maksimal. Cara mengatasi miskonsepsi tidak selalu harus diulang dari awal dan diajar secara menyeluruh kepada siswa, tetapi dapat langsung fokus pada titik dimana siswa tersebut mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu seorang guru lebih baik mengetahui dan memahami apakah seorang siswa mengalami kesalahan atau miskonsepsi. Jika miskonsepsi terjadi, maka akan sulit bagi siswa untuk mengubah pemahamannya.