Show simple item record

dc.contributor.advisorWULANDARI, Lestyo
dc.contributor.advisorKRISTININGRUM, Nia
dc.contributor.authorANGGRIYANI, Vinach
dc.date.accessioned2019-08-21T07:53:34Z
dc.date.available2019-08-21T07:53:34Z
dc.date.issued2019-08-21
dc.identifier.nimNIM152210101038
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/92028
dc.description.abstractMadu asli merupakan cairan manis yang dihasilkan lebah pekerja selama mengkonsumsi nektar bunga dan bagian lain dari tanaman. Cairan manis ini memiliki manfaat sebagai sumber energi bagi koloni lebahnya. Manfaat madu tersebut dapat juga dirasakan oleh manusia sebagai penambah energi tubuh dalam bentuk minuman, makanan, maupun untuk kebutuhan kosmetik. Tindakan kecurangan madu asli, seperti penghilangan, penggantian bahan utama, dan penambahan bahan yang tidak seharusnya ada, dapat dikatakan sebagai adulterasi madu, dimana tercatat dengan persentase sebesar 7% menempati posisi ke tiga teratas sebagai bahan yang sering dipalsukan setelah minyak zaitun dan susu Oleh karena itu, diperlukan model deteksi adulterasi madu untuk membedakan madu asli dengan madu yang sudah dicampurkan bahan-bahan lain. Bahan lain atau bahan tambahan yang digunakan adalah sukrosa, dekstrosa, dan fruktosa. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Near Infrared (NIR) Keuntungan dari NIR adalah sederhana, mudah digunakan, menyediakan analisis cepat, dan tidak menyebabkan kerusakan pada sampel. Metode analisis ini sudah digunakan secara luas di bidang farmasi, dimana NIR dapat digunakan untuk menganalisis, memantau dan menilai perubahan kualitas, klasifikasi dan otentikasi makanan cair secara akurat dengan persiapan sampel sederhana. Data spektrum inframerah dianalisis menggunakan metode statistik multivariat karena data yang dihasilkan sangat rumit dan tumpang tindih sehingga sulit diinterpretasikan. Metode statistik multivariat sering disebut metode kemometrik. Model klasifikasi yang digunakan adalah LDA, SVM, dan SIMCA, sedangkan model kalibrasi yang digunakan adalah PLS,PCR, dan SVR. Sampel madu asli yang digunakan adalah multiflora kemiri (1), madu asli klanceng silo (2), madu asli multiflora lawang (3), madu asli klanceng lawang (4), madu asli lengkeng lawang (5), madu asli randu lawang (6). Training set dibuat dengan penambahan zat tambahan terdiri dari rentang konsentrasi 0 – 100%, dimana konsentrasi 0% menunjukkan madu asli tanpa bahan tambahan, sedangkan konsentrasi 100% menunjukkan bahan tambahan tanpa madu asli. Test set diambil dari 3 jenis madu asli secara acak yang digunakan untuk membuat sempel test set simulasi madu adulterasi dengan campuran masing-masing sukrosa, dekstrosa, dan fruktosa. Pembentukan model klasifikasi LDA dan SVM dengan data training set memeberikan nilai akurasi ± 85%, sehingga harus ada pengurangan data yang masih bisa ditoleransi (masih ada perwakilan rentang konsentrasi 0 sampai 100%). Akhirnya, Model klasifikasi LDA dan SVM dapat memberikan nilai akurasi 100%, sedangkan model klasifikasi SIMCA terdapat beberapa sampel madu yang tidak bisa dikategorikan dengan spesifik antara 2 kategori madu asli dan madu adulterasi. viii Pembentukan model kalibrasi ditunjukkan dari PLS, PCR, dan SVR adalah R-square ± 0,6. Hal ini karena adanya ketidakseimbangan jumlah data madu asli, madu adulterasi, dan bahan tambahan. Pemisahan data berdasarkan bahan tambahan dilakukan untuk meminimalisir penumpukan data yang mungkin dapat mempengaruhi nilai R2. Model kalibrasi dibentuk menjadi 3 kelompok berdasarkan bahan tambahan sukrosa, dekstrosa, dan fruktosa. Akhirnya, nilai R2 dengan model PLS pada mariks sukrosa dan dekstrosa adalah ± 0,92, sedangkan pada bahan tambahan fruktosa hanya menunjukkan nilai R2 ± 0,74. Hal ini karena perbedaan intensitas spektra madu asli dengan bahan tambahan fruktosa lebih kecil dibandingkan perbedaan dengan bahan tambahan sukrosa dan dekstrosa. Selain itu, bahan tambahan fruktosa menggunakan model SVR lebih banyak diprediksi mengandung 30 – 40 % madu, sedangkan air diprediksi mengandung 14 – 20%. Data ini dapat menyebabkan model kalibrasi yang kurang baik dengan R2 < 0,91. Validasi model terpilih dilakukan dengan LOOCV dan two-fold cross validation. Validasi LOOCV dengan mengeluarkan satu sampel secara bergantian dan sampel pengamatan yang tersisa digunakan sebagai training set. Validasi model klasifikasi LDA dan SVM memberikan nilai akurasi 100%. Validasi LOOCV berlaku untuk model kalibrasi masing-masing bahan tambahan. Untuk bahan tambahan sukrosa, hasil R-square menunjukkan rentang 0,88 sampai dengan 0,93. Hasil validasi LOOCV untuk bahan tambahan dekstrosa menunjukkan rentang 0,91 sampai dengan 0,92, sedangkan untuk bahan tambahan fuktosa memberikan hasil R-square dengan rentang 0,67 sampai dengan 0,74. Validasi model dengan two-fold cross validation menggunakan sampel test, dimana untuk model klasifikasi LDA dan SVM dapat memberikan nilai akurasi 100%. Validasi model dengan two-fold cross validation juga dilakukan untuk model kalibrasi untuk sukrosa (SVR), dekstrosa (PLS), fruktosa (SVR) memberikan hasil R-square > 0,91. Aplikasi madu pasaran menggunakan model yang terbentuk dilakukan dengan madu merk Madurasa 2,305%, dan bahan tambahan lainnya dan Madu Wellery berasal dari Solo dengan label 100% asli. Prediksi Model Klasifikasi LDA dan SVM dapat memberikan prediksi tepat sesuai dengan label claim. Model kalibrasi SVR (sukrosa) memberikan prediksi konsentrasi madu yang mendekati label claim dibandingkan bahan tambahan lain dengan Madurasa 1,161 ± -1,383 %, dan Madu Wellery 132,348 ± 0,017 %.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries152210101038;
dc.subjectMadu aslien_US
dc.subjectMaduen_US
dc.subjectcairan manisen_US
dc.subjectlebahen_US
dc.subjectlebah pekerja mengkonsumsi nektar bungaen_US
dc.subjectsumber energien_US
dc.subjectkoloni lebahnyaen_US
dc.titleDeteksi Adulterasi Madu Menggunakan Spektrofotometri near Infrared (Nir) Dan Kemometriken_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record