Pengembangan Indikator Alami Kubis Merah (Brassica Oleracea Var Capitata L. Forma Rubra L.) Untuk Mendeteksi Kesegaran Buah Semangka Potong
Abstract
Seiring dengan adanya pengembangan penelitian di bidang bahan alam, pemanfaatan tumbuh-tumbuhan semakin luas cakupannya, salah satunya adalah pemanfaatan beberapa jenis tumbuhan sebagai indikator kimia alami. Indikator kimia alami ini memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi dibandingkan indikator kimia sintetik. Kubis merah merupakan salah satu tumbuhan sumber senyawa antosianin yang memiliki sifat dapat berubah warna pada setiap perubahan pH sehingga telah banyak digunakan sebagai indikator kimia alami karena mengandung antosianin. Di sisi lain, banyak supermarket dan pedagang keliling yang menjual buah semangka potong yang memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi buah semangka. Namun konsumen tidak mengetahui kondisi kesegaran dari buah potong tersebut sehingga perlu dibuat kemasan pintar yang didalamnya terdapat sensor yang dapat mendeteksi kesegaran buah semangka potong tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pH semangka segar, masih segar dan busuk dan didapatkan pH segar semangka sebesar 5,304 – 6,298, pH masih segar semangka sebesar 4,461 – 5,304, dan pH busuk semangka ≤ 4,461. Kemudian dilakukan optimasi kondisi membran meliputi optimasi konsentrasi bahan pengikat (PVA) dan waktu imobilisasi. Konsentrasi PVA yang dipilih yaitu 1% dan waktu imobilisasi yang dipilih yaitu 10 menit. Fabrikasi sensor yang dilakukan meliputi pembuatan indikator kubis merah, penambahan bahan pengikat, dan pengimobilisasian pada membran. Indikator kubis merah yang digunakan ditentukan kadar antosianin totalnya dan didapatkan sebesar 306,591 mg/L.
Karakterisasi sensor meliputi waktu respon, waktu pakai, reprodusibilitas, reversibilitas, dan intensitas perubahan warna sensor. Penentuan waktu respon dilakukan menggunakan pH 6 mewakili pH segar dan pH 4,2 mewakili pH busuk. Pada pH 6 dan pH 4,2 sensor telah berubah warna pada menit ke-0 dan menunjukkan mulai steady state pada menit ke-4 dengan nilai mean Blue berturutturut 180,587 dan 175,295. Penentuan waktu pakai sensor dilakukan 2 perlakuan yaitu diberi pengawet berupa nipagin dan nipasol masing-masing 0,1 % dan tanpa diberi pengawet dengan membandingkan antara sensor yang disimpan pada suhu ruang serta pada suhu chiller, pengamatan dilakukan hingga sensor menunjukkan perubahan karakteristik. Perubahan karakteristik untuk penyimpanan sensor yang disimpan pada suhu ruang tanpa diberi pengawet pada pH 6 dan pH 4,2 yaitu pada hari ke-12. Pada penyimpanan sensor yang disimpan pada suhu chiller tanpa diberi pengawet pada pH 6 dan pH 4,2 yaitu berturut-turut pada hari ke-21 dan hari ke-25. Pada penyimpanan sensor yang disimpan pada suhu ruang dengan ditambah pengawet pada pH 6 dan pH 4,2 yaitu berturut-turut pada hari ke-21 dan hari ke- 19. Pada penyimpanan sensor yang disimpan pada suhu chiller dengan ditambah pengawet pada pH 6 dan pH 4,2 yaitu berturut-turut pada hari ke-28 dan hari ke-31. Pada uji reprodusibilitas didapatkan nilai RSD <5% yang berarti presis. Sensor hanya dapat digunakan 1 kali atau sifatnya tidak reversible. Hubungan tingkat kesegaran buah semangka potong dengan perubahan warna sensor menghasilkan hasil yang positif. Pada suhu ruang pada hari ke-3 sensor telah busuk dan warna sensor berubah menjadi merah muda sedangkan pada suhu chiller pada hari ke-7 sensor telah busuk dan warna sensor berubah menjadi merah muda. Penelitian ini juga dilakukan pengujian kualitas sampel berupa sensory evaluation. Pada hasil dari uji kualitas sampel berkorelasi positif terhadap nilai intensitas perubahan warna sensor yaitu semakin sensor berwarna merah muda maka nilai kesukaan panelis terhadap bau, rasa, dan tekstur sampel semakin besar.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]