dc.contributor.author | Kartika Wulandari | |
dc.date.accessioned | 2013-12-16T06:16:12Z | |
dc.date.available | 2013-12-16T06:16:12Z | |
dc.date.issued | 2013-12-16 | |
dc.identifier.nim | NIM060910101163 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/9147 | |
dc.description.abstract | Sudan merupakan negara dengan wilayah terbesar di Afrika Barat. Negara ini dalam
sejarahnya telah mengalami konflik internal yang mengancam integrasi bangsa.
Konflik yang terjadi antara pihak pemberontak Sudan People Liberation Movement
(SPLM) di Selatan dengan Pemerintah Sudan telah menyulut perang saudara dan
membawa Sudan kedalam konflik berkepanjangan. Gejolak konflik kembali terjadi
saat konflik bergejolak di Darfur, Sudan Barat. Konflik yang terjadi di Sudan
membuat Presiden Bashir mengalami krisis legitimasi. Pada tahun 2005, pihak SPLM
dan Pemerintah Sudan dibawah komando Presiden Al-Bashir, mengadakan
pertemuan di Naivasha, Kenya, untuk membahas perdamaian antara kedua pihak.
Perjanjian tersebut menghasilkan kesepakatan bersama yakni Comprehensive Peace
Agreement (CPA) yang mengakhiri konflik antara Sudan Utara dan Selatan. Dalam
CPA terdapat dua poin utama yakni Pemilu dan Referendum bagi Sudan Selatan.
Pemilu kali ini merupakan kesempatan bagi Presiden Bashir untuk mampu
memperbaiki legitimasiya yang sempat melemah. Oleh karena itulah, Presiden Bashir
serta NCP berupaya untuk menggunakan berbagai cara agar dapat terpilih kembali
pada pemilu kali ini. Pemilu yang digelar mulai tanggal 11-15 April 2010 pada
akhirnya dimenangkan oleh Presiden Bashir serta NCP ditingkatan parlemen Sudan. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 060910101163; | |
dc.subject | Pemilu, Presiden Bashir, Legitimasi | en_US |
dc.title | Implikasi Pemilu Sudan Tahun 2010 terhadap Legitimasi Pemerintahan Omar Hassan Al-Bashir | en_US |
dc.type | Other | en_US |