Show simple item record

dc.contributor.authorSalindri, Dewi
dc.date.accessioned2019-08-02T07:12:45Z
dc.date.available2019-08-02T07:12:45Z
dc.date.issued2019-08-02
dc.identifier.isbn978-602-5452-26-0
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91438
dc.descriptionYogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2018en_US
dc.description.abstractSetelah penulis mengadakan penelitian tentang Sejarah Ge- reja Kristen Jawa Semarang, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan: 1. Pekabaran Injil yang dilakukan oleh para Pekabar Injil bangsa Barat pada mulanya mengalami kegagalan, karena adanya perbedaan bahasa dan adat istiadat antara para Pekabar Injil bangsa Barat dengan orang Jawa. Mereka mula-mula menerapkan ajaran agama Kristen secara kaku, artinya melarang semua adat istiadat Jawa. Adat istiadat Jawa oleh mereka dianggap bertentangan dengan ajaran agama Kristen. Cara ini mengalami kegagalan, sehingga mereka mencoba cara baru yaitu melakukan inkulturasi. Inkulturasi artinya ajaran agama Kristen dimasukkan ke dalam kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Kristen dipertahankan, sedangkan yang bertentangan diganti dengan nilai-nilai baru. 2. Faktor yang menyebabkan kemajuan bagi Jemaat Tionghwa yaitu adanya pendekatan pribadi yang dilakukan oleh orang- orang Tionghwa sendiri dan faktor ekonomi yang kuat. Jadi Pekabaran Injil yang dilakukan oleh orang-orang sebangsa lebih berhasil. Hal ini terbukti ketika Jemaat Jawa mulai dilayani oleh seorang pendeta Jawa kehidupan Jemaat semakin berkembang dan lebih akrab. 3. Persatuan gereja-gereja Kristen disebabkan hubungan dengan pusat Zendingnya terputus, sebagai akibat perubahan dalam bidang politik, sehingga timbul rasa solidaritas gereja-gereja tersebut karena harus mempertahankan kehidupan gereja dari berbagai tekanan dari luar. Timbulah gagasan untuk mengadakan persatuan agar mereka dapat saling membantu. 4. Perpecahanyang terjadi diantara gereja-gereja Jawa disebabkan mereka dapat menjalin hubungan dengan pusat Zendingnya lagi dan terjadi kompetisi diantara para pemimpin, sehingga yang merasa dikalahkan mengundurkan diri dari persatuan tersebut. 5. Dari faktor-faktor yang penulis sebutkan tadi sebenarnya ada faktor yang lebih mendasar yaitu perpisahan ini disebabkan karena gereja-gereja Kristen menghargai otonomi kelompok. Hal ini berbeda dengan Gereja Katolik yang monolit, sehingga sampai sekarang tetap satu. Dasar otonomi kelompok untuk mendirikan gereja sendiri-sendiri inilah yang membuat perpisahan lebih banyak terjadi.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectSejarah Gereja Kristen Jawa Semarangen_US
dc.subjectCikal Bakal Gereja Kristen Jawa Semarangen_US
dc.titleSejarah Gereja Kristen Jawa Semarang (Cikal Bakal Gereja Kristen Jawa Semarang Jawa Timur Tahun 1942-1964)en_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record