Determinan Kejadian Gizi Buruk pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon Kabupaten Bondowoso
Abstract
Gizi buruk bisa terjadi di seluruh kelompok usia, namun yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah anak balita dan bayi. Anak yang berusia 0-2 tahun adalah anak yang dalam masa tumbuh kembang optimal (golden period) terutama pada pertumbuhan saat masih janin sehingga jika terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus. Penimbangan balita secara rutin setiap bulan merupakan hal yang utama untuk penemuan dini masalah gizi terutama pada gizi buruk dan gizi kurang. Menurut WHO, terdapat >50% kematian bayi dan anak yang disebabkan oleh gizi kurang dan gizi buruk. Anak balita dikatakan memiliki status gizi buruk apabila memiliki indeks antropometri BB/U <-3SD. Tahun 2013, prevalensi gizi buruk tingkat nasional pada balita adalah sebesar 19,6% yang mengalami peningkatan dari tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%). Prevalensi gizi buruk pada balita di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 adalah sebesar 19,1% yang mengalami kenaikan sebesar 0,1% dari 2007 yaitu dari 4,8% menjadi 4,9 %. Angka 19,1 % merupakan masalah kesehatan masyarakat dalam kategori mendekati prevalensi tinggi. Kabupaten Bondowoso merupakan urutan ke-5 setelah Kabupaten Bojonegoro, Bangkalan, Pasuruan, dan Trenggalek yang memiliki prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 16,3%. Data rekapitulasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso tahun 2017 menyatakan bahwa terdapat balita dengan status gizi buruk berdasarkan indikator BB/TB sebanyak 308 balita. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2016 yaitu sebanyak 138 balita gizi buruk, jumlah tertinggi yang terdapat anak balita gizi buruk adalah Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon yaitu memiliki 57 balita gizi buruk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apa saja determinan kejadian anak balita gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon Bondowoso pada bulan Juli-November 2018, dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif. Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan kuesioner yang telah di uji validitas dan reliabilitasnya dan pengukuran langsung untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi dan antropometri anak balita.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sebagian besar anak balita yang mengalami defisit energi dan protein adalah anak dari keluarga yang memiliki tingkat pendapatan <UMK, tingkat pengeluaran untuk makan ≥ 60% dari total pengeluaran keluarga, dan memiliki tingkat pendidikan SMP. Hukum Engel menjelaskan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka akan semakin kecil pengeluaran untuk makan, meskipun jumlah absolut untuk makan lebih besar. Sehingga apabila pengeluaran makan yang besar maka akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia. Ditinjau dari pola asuh ibu pada anak, sebagian besar anak balita yang mengalami gizi buruk adalah anak yang tidak diberikan ASI eksklusif dikarenakan sebagian besar ibu mengalami masalah tidak keluar ASI nya pada minggu pertama kelahiran sehingga anak telah diberi susu formula dan sebagian besar ibu beranggapan bahwa ASI yang keluar hanya sedikit sehingga tidak cukup untuk kebutuhan anak sehingga perlu ditambahi susu formula atau bubur. Ditinjau dari tingkat konsumsi energi sebagian besar anak balita yang menderita gizi buruk adalah yang mengalami defisit tingkat berat. Sebagian besar anak balita yang menderita gizi buruk adalah memiliki tingkat konsumsi protein yang defisit tingat berat
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]