dc.description.abstract | Notaris seringkali dalam praktiknya terlibat dengan perkara hukum baik sebagai
saksi maupun sebagai tersangka. Keterlibatan Notaris dalam perkara hukum disebabkan
adanya kesalahan pada akta yang dibuatnya, baik karena kesalahan Notaris itu sendiri
maupun kesalahan para pihak atau salah satu pihak yang tidak memberikan keterangan
yang sebenarnya terkait dengan pembuatan akta. Berhubungan dengan akta yang
dibuatnya, Notaris harus dimintakan pertanggungjawaban terhadap akta tersebut. Dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor
30 Tahun 2004, kewenangan untuk memberikan persetujuan pengambilan fotokopi minuta
akta dan pemanggilan Notaris oleh Majelis Pengawas Daerah sudah dihapus dan
kewenangannya digantikan oleh Majelis Kehormatan Notaris. Isu hukum yang diangkat
dalam penelitian tesis ini adalah pertama, pertimbangan pemberian kewenangan Majelis
Kehormatan Notaris memberikan persetujuan terkait pemanggilan notaris untuk hadir
dalam pemeriksaan perkara pidana. Kedua, Kesesuaian kewenangan Majelis Kehormatan
Notaris dalam memberikan persetujuan untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana
dengan asas equality before the law. Ketiga, pengaturan ke depan pemeriksaan notaris
yang terlibat dalam pemeriksaan perkara pidana.
Tujuan Penelitian tesis ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis dasar
pertimbangan pemberian kewenangan Majelis Kehormatan Notaris memberikan
persetujuan pemanggilan terhadap Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan perkara pidana,
mengkaji dan menganalisis kesesuaian kewenangan Majelis Kehormatan Notaris
memberikan persetujuan untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana dengan asas
equality before the law, dan mengkaji dan menganalisis pengaturan ke depan pemeriksaan
Notaris yang terlibat dalam pemeriksaan perkara pidana. Tipe penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan(statute approach), pendekatan konseptual(conceptual approach),dan
pendekatan historis (historical approach).
Hasil penelitian ini bahwa dasar pertimbangan pemberian kewenangan MKN
memberikan persetujuan pemanggilan terhadap Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan
perkara pidana. Di dalam Rasio legisnya adalah sebagai upaya menegakkan kewajiban
ingkar atau hak ingkar notaris (kewajiban merahasiakan isi akta). Sehingga, persetujuan
MKN sebagai kunci pembuka kewajiban ingkar notaris ketika menghadapi proses hukum
(penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan). Kompleksnya tugas dan
kewajiban, serta jaminan penggunaan hak ingkar notaris dalam menjalankan tugasnya
diperlukan standar perlindungan baku dengan membentuk MKN sebagai wujud
perlindungan bagi Notaris. Bahwa perlakuan yang berbeda terhadap jabatan Notaris
tersebut telah diatur dan diberikan perlindungan dalam Kode Etik Notaris, sedangkan
Notaris selaku warga Negara dalam proses penegakan hukum pada semua tahapan harus
diberlakukan sama dihadapan hukum sebagaimana dimaksud dan dijamin oleh Pasal 27
ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD NRI 1945. Namun demikian, UUJN merupakan lex
specialis dari peraturan perundang-undang yang lain dalam melakukan pemeriksaan
terhadap Notaris, terhadap Notaris yang diperiksa jika permasalahan menyangkut akta
yang dibuat tidak bisa diperiksa dengan KUHAP yang notabennya merupakan lex generalis, karena Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik
dan bukan merupakan para pihak yang membuat akta tersebut. Pengaturan ke depan
pemeriksaan Notaris yang terlibat dalam pemeriksaan perkara pidana jika keberadaan
MKN masih tetap dipertahankan, maka sebaiknya tugas MKN bukan memberikan
persetujuan, tetapi cukup menjadi lembaga yang memeriksa pelanggaran kode etik Notaris
dalam rangka menjaga harkat dan martabat Notaris di dalam mengemban tugas-tugasnya.
MKN tidak menjadi lembaga yang bertugas melindungi Notaris yang sedang diperiksa
oleh lembaga penegak hukum. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya intervensi
eksternal dalam proses peradilan pidana. MKN dapat menjadi mitra penegak hukum dalam
rangka memperlancar proses penegakan hukum melalui keputusan yang berkaitan dengan
pemeriksaan pelanggaran kode etik.
Adapun saran ke depannya bahwa diperlukan adanya pengaturan yang jelas
mengenai kewenangan MKN sehingga tidak terjadi konflik norma atau kekaburan norma
dengan kewenangan Majelis Pengawas Notaris yang sebelumnya dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap Notaris yang terlibat dalam proses pemeriksaan perkara
pidana. Upaya pemahaman tentang kedudukan asas equality before the law dalam jabatan
Notaris terhadap berbagai lapisan masyarakat merupakan hal yang penting, melihat bahwa
masih banyak pihak yang kurang memahaminya. Upaya ini penting, karena jika tidak ada
upaya pemahaman tentang asas tersebut kepada berbagai kalangan,akan selalu
memunculkan konotasi negatif terhadap hak istimewa Notaris bagi orang awam, sehingga
bukan sesuatu yang mustahil apabila dikemudian hari ada pihak yang mengajukan judicial
review lagi terhadap Pasal 66 UUJN dengan alasan yang sama | en_US |