dc.description.abstract | Riset ini meneliti tentang ritual tumpeng sewu sebagai ritual masyarakat adat using Kemiren yang telah bertransformasi dari tradisi dan sekarang menjadi komoditas kultural. Ritual tumpeng sewu berawal dari ritual tolak bala agar senantiasa desa Kemiren dijauhkan dari musibah. Ritual tumpeng sewu dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah pada minggu pertama di hari malam senin atau malam kamis. Masyarakat adat using Kemiren mempresentasikan ritual tumpeng sewu sebagai peneguhan mereka pada roh yang telah menjaga desa Kemiren sampai dengan hari ini.
Ritual tumpeng sewu kemudian mengalami transformasi baik dari pemakanaan hingga dari artikulasi budayanya. Sehingga transformasi ini dimulai saat ketua adat menyebut tumpeng sewu sebagai acara yang bersifat ritual akan tetapi elite mengartikulassikan berbeda elite menyebutnya sebagai acara yang bersifat festival artinya memiliki komoditas kultural atas massa. Persoalan itu yang kemudian dijadikan penulis sebagai rumusan masalah yang diteliti. Sehingga memunculkan pertanyaan “Bagaimanakah elite mentransformasikan ritual tumpeng sewu?”. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menarasikan dan menganalisis keterlibatan elite dalam festival tumpeng sewu.
Dalam tulisan ini peneliti mengembangkan prespektif dari Tania Murray Li dengan menggunakan konsep formasi, elite dan massa, dan transformasi dari festival tumpeng sewu. Setting penelitian berada di desa adat using Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Peneliti menggunakan pendekatan entografi dalam penelitian ini. Adapun proses teknik pengumpulan data dengan menggunakan proses observasi, wawancara secara langsunng dan dokumentasi. Triagulasi digunakan peneliti untuk mengkomparasi data yang sudah ditemukan melalui observasi, wawancara langsung. | en_US |