Ekstraksi Silika Dan Pembentukan Karbon Aktif Dari Arang Sekam Padi Dengan Metode Hidrotermal
Abstract
Produksi padi di Indonesia tahun 2015 menghasilkan gabah kering giling (GKG) sebanyak 75,39 juta ton. Proses penggilingan gabah menghasilkan 20% sekam padi. Sekam padi yang mengalami proses karbonisasi akan menghasilkan arang sekam. Kandungan silika dalam arang sekam padi sebesar 76,4 %. Karbon yang terkandung dalam arang sekam padi sebesar 16%. Arang sekam padi dapat dijadikan sebagai sumber silika dengan biaya relatif murah. Metode yang banyak digunakan dalam mendapatkan silika amorf adalah metode ekstraksi alkalis, namun metode ini memiliki kelemahan dalam memperoleh kemurnian silika. Metode ekstraksi silika yang diharapkan mampu mengatasi kelemahan tersebut adalah metode hidrotermal. Metode Hidrotermal mampu melarutkan pengotor yang terikat pada molekul silika sehingga kristal silika yang didapat lebih murni. Oleh karena itu, diperlukan metode ekstraksi silika dengan metode hidrotermal untuk memperoleh silika yang lebih murni Penelitian dilaksanakan dalam dua metode dengan variasi perlakuan yang berbeda. Arang sekam padi yang terpreparasi diekstrak silikanya dan dibentuk sebagai karbon aktif menggunakan metode hidrotermal dengan variasi konsentrasi NaOH yaitu 2; 3; 3,5 M, variasi suhu dan waktu yaitu 180; 200; 220 ˚C serta 120; 160; 180 menit. Ekstraksi silika dan pembentukan karbon aktif dari arang sekam juga dilakukan dengan metode refluks menggunakan konsentrasi dan waktu optimal dalam metode hidrotermal pada suhu 90 ˚C. Silika yang dihasilkan dari proses ekstraksi di analisis kristanilitasnya dengan XRD dan morfologi partikel dengan SEM, sedangkan karbon aktif yang terbentuk dilakukan uji adsorpsi terhadap larutan metilen biru. Proses ekstraksi kedua metode tersebut menghasilkan silika dan residu berupa karbon yang teraktivasi. Konsentrasi NaOH yang semakin tinggi, silika dan daya adsorpsi karbon aktif yang dihasilkan semakin tinggi, karena kelarutan silika sangat besar dalam keadaan basa, sehingga silika terpisah dari arang sekam pada proses ekstraksi yang mengakibatkan ukuran pori dan luas permukaan karbon aktif menjadi besar dan memiliki kemampuan adsorpsi yang besar. Sama halnya dengan pengaruh suhu dan waktu, semakin tinggi suhu dan waktu, silika dan daya adsorpsi karbon aktif yang diperoleh semakin tinggi. Metode hidrotermal mampu mengekstrak silika lebih besar dari metode refluks. Karbon aktif dari metode hidrotermal memiliki daya adsorpsi yang lebih besar dari karbon aktif yang diperoleh pada metode refluks. Silika hasil dari metode hidrotermal dan refluks jika dilihat dari data XRD menghasilkan fasa yang sama, yaitu silika amorf yang ditunjukkan oleh sudut 2θ yang dihasilkan. Data SEM menghasilkan ukuran partikel silika hasil metode hidrotermal dan refluks berturut-turut sebesar 3,70 μm dan 9,91 μm. Metode hidrotermal lebih efektif dalam pembentukan silika, karena metode hidrotermal dapat mengekstrak silika dengan massa yang lebih besar. Karbon aktif yang diperoleh dari metode hidrotermal memiliki daya adsorpsi terhadap metilen biru yang lebih besar dari karbon aktif yang diperoleh dari metode refluks. Silika yang dihasilkan dari metode hidrotermal dan refluks memiliki struktur amorf, tetapi metode hidrotermal memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibanding metode refluks. Silika dengan ukuran partikel yang semakin kecil memiliki kereaktifan yang semakin tinggi, sehingga metode hidrotermal mampu menghasilkan silika yang lebih berkualitas dibandingkan dengan refluks.